Tuesday, July 17, 2007

Huiks...Duhai Buslane (or whatever ur name!)
























Huiks..bus-bus ini....


Walaupun serupa dengan metro mini yang sering menjadi tumpangan semasa mejadi prajurit putih abu-abu, aku tidak rela sekali melihat busway ala Bandung alias Trans Metro Bandung ini nangkring penuh sepi. Bus-bus itu cuma ditemani sama burung (atau kelelawar ya?) yang sering menjatuhkan kotorannya ke atas bus, laba-laba yang gemar membuat sarang dan angin penuh debu.



Huiks lagi...
Padahal, uang miliar rupiah dah masuk
ke dinas yang dikepalai sama sodara satu kampung halamannya aku.
Padahal, supir2 damri dan angkot yang kecil2
udah mulai pada rela melikuidasikan kendaraan yang menjadi sumber hidupnya.

Padahal, pemda pimpinan Dada yang paling besar di dunia itu sudah PD sekali membuat tulisan " jalur TMB" di jalan yang sampe sekarang belum diijinin pusat buat jadi tempat maennya proyek yang kata orang PR bilang "buslane" (sementara redakturku sempat dengan bawelnya bertanya: "emang di kamus ada kata BUSLANE ya?).




Huiks...

Jadi kapan nih?

Kapan Bandung punya bus kaya di jakarta (walaupun di pemda-nya sutiyoso mulai menutup bbrp jalur busway karena, ktnya, malah ngerugiin ) ??

Kapan ya?
Hmm...may.....

May be yes May be no!

(emangnya Ringgo?)

Wednesday, July 11, 2007

Laki-laki dan Puan yang Empu

Hhmm...ini suatu kejadian pada 25/2 lalu.

Seperti pada malam sabtu biasanya, aku kerap menyesalkan diri. Bertanya dalam hati mengapa aku mau saja membiarkan orang-orang memilih aku piket di hari sabtu. Sudah menjadi kebiasaanku, selalu memohon tidak ada kejadian yang tidak menyenangkan di dari sabtu. Ya setidaknya, ada mas eko atau kang opik di dekatku kala ada peristiwa.
(Dasar parasit kendaraan!.... ^-^ )

Ada pembicaraan menarik yang sepertinya relevan jika disambungkan dengan film Love on Diet-nya Andy Lau. Btw, si Yoko itu masih saja mempesona di usianya yang sudah tidak muda lagi. Tapi, topik kali ini bukan tentang dia.

Malam itu, kami mendapat tugas meliput pemutaran film Lewat Tengah Malam. Maklum, bintang utamanya Catherine Wilson. Aktris cantik nan seksi yang kucurigai menjad salah satu idola berat redaktur-ku, Army Dian.

Selama beberapa saat dalam perjalanan, kita sempat berbicara mengenai kenormalan laki-laki. Menurut Mas Eko, ada chemistry tersendiri saat seorang lelaki melihat perempuan cantik. Reaksi chemistry itu bervariasi. Ada yang langsung menoleh, ada yang tidak berkedip, ada yang reflek menggoada dan tidak sedikit ada orang yang langsung ceulegeung (yiaks….aku benci kata ini!).

“Itu normal, vi! Kalau cowo ga kaya gitu, berarti dia ada kelainan,” komentar fotografer dibanggain Sindo tapi tidak merasa sebaliknya.

Segera saja aku merespon ucapan Mas Eko. Aku pun balik bertanya bagaimana jika sebaliknya. Masalahnya, aku risih dan merasa aneh melihat kondisi budaya Indonesia-ku tercinta. Betapa masyarakat memandang rendah perempuan yang bereaksi sama. Perilaku ini pun dengan sengaja dicekoki ke generasi di bawahnya.

Kata mereka, perempuan tidak pantas berbuat seperti itu. Nah yang buat aku kesal luar binasa, bahkan seorang lelaki yang bertampang jauh dari rata-rata pun sepertinya merasa berhak mengritik penampilan wanita. Begitu mudahnya kaun Adam terpengaruh dengan bungkus.

Yaah ... bukannya mau membela perempuan jenis apapun. Aku masih setuju dengan ucapan Maudy Kusnaedi yang menegaskan satu hal kepadaku. Inner beauty is the important things, so do the outer Masalahnya, mengapa sih lelaki itu begitu memperhatikan masalah tampang.

Sudah tidak terhitung seringnya aku sakit hati karena kalah bersaing mendapatkan perhatian pujaan hati. Selalu saja aku gagal dari perempuan manis, keibuan, cantik. Parahnya lagi, sebagian besar memiliki rambut yang panjang. Phupff…selalu saja rambut menjadi indicator utama. BT!!

Gampang banget Kurogawa tidak mengingat sosok Mini saat perempuan itu bertubuh tambun. Breangsek! Pasti dia ga akan refleks memeluk saat Mini datang dengan rupa perempuan bertubuh gemuk. Aku jamin banget. Orang-orang di sekitarku bisa jadi bukti nyata.
Eits…aku tidak berkata ini dengan maksud menggeneralisir, lho! Sama seperti keyakinan terhadap bentuk cowo seperti di atas, aku juga percaya masih ada lelaki yang seperti Si Gendut. Sayangnya, tipe cowo kedua ini satu per mil. Butuh waktu yang lama dan upaya yang keras untuk mengangkat lumbar fisik dari mata para arjuna.

Naasnya…Tuhan belum ijinkan aku mendapatkan salah satu di antaranya. Dasar cintah, cuapee dech!!!