Sunday, August 21, 2011

Lo, Gue, Inspiratif? Wreeekkkk....


Sekonyong-konyong kata ini yang terlintas di otak gw setelah istirahat 7 menit sehabis berperang kemerdekaan di Jl. Sabirin No. 1 6 Yogyakarta. Inspirasi! Ya.. Itu dia yang absen dalam kehidupan gw selama sebulan terakhir ini. Huahahaha masa yang kelam.. Kelam karena gw lebih sering menghabiskan waktu di kamar gw yang remang-remang. Hehehhe... Sebulan terakhir ini kinerja gw terjun bebas ke titik nadir (halah bahasanya!). Ada sesuatu yang hilang dari hidup gw. Daaannn... Gw ga tau apa itu ya. Sialnya lagi orang2 ga abisnya bertanya dan gw (dipaksa) harus menjawabnya. Terjadilah percakapan yang agak ngaco seperti berikut ini:
"Kamu kenapa sih epoy? Ga ada jiwanya gitu"
"Hah? Iya ya? Aku juga ga ngerti.."
"Kamu tuh kaya ga ada ruh-nya. Kosong. Makanya jangan keseringan baca koran! Baca tuh alkitab!"
"Heh??????....."

Gw tanya ke Ery Kurnia Putri, kira-kira dia tau ga ya ada apa sih sama gw. Hasilnya nihil! Padahal kita udah diskusi serius sampe jam 7 malem di sekolah, berlanjut malah ke Gereja Kotabaru. Obrolan berhari-hari tetep aja ga ketemu hasilnya. Yang ada malah gw nulerin kekosongan itu ke Ery.

Cape banget loh hidup kosong. Jalanin aktifitas hanya sebagai rutinitas biasa. Pekerjaan mengurus anak-anak kecil bisa jadi super duper capeee... Demam, batuk, dan asma jadi teman sejati.

Obrolan pun beralih ke Elisabeth 'Tri' Utami ;p Siapa tau dia punya jawabannya. Pembicaraan kami justru berujung kepada masalah panggilan hidup, Tjokroaminoto (bukan Ahmad Dahlan Sang Pencerah ya beth ;p), dan Tetralogi Pram. Kegalauan gw menular karena kami sama-sama bingung kok kami dipanggil jadi guru. Ini panggilan hidup kami? Kalo gw sih udah jelas enggak. Sudah sejak lama gw sadar kalo panggilan gw itu di dunia tulis-menulis. I feel alive when I am writing something useful. Saya menulis maka saya ada. Mungkin ini prinsip gw. Gw merasa berguna ketika saya menulis.

Lah trus kok jadi mengajar? Ya itu sih disuruh sama Babe gw yang di surga. Sejak resmi 'kabur' ke Jogja, gw justru diarahin ke dunia pendidikan. Itu dia yang jadi masalah. Gw kan cinta banget sama jurnalistik! Jumplang banget obrolan sehari-hari gw saat ini. Gw musti sabaaarr menghadapi para orang tua yang melontarkan pertanyaan ato pernyataan ga penting banget. Ini contohnya :
"Miss, emang boleh ya bagi-bagi makanan junk food pas anak lagi ulang tahun. Itu kan bahaya. Apa ga dikasih peraturan saja kalau semua anak yang ulang tahun makanannya dari Hoka-hoka Bento. Atau dari McDonald atau KFC. Kan lebih menarik tuh. Dari pada sekarang tuh anak saya jadi suka banget makan chiki dan agar-agar. Mana anak saya suka kepanasan tiap pulang sekolah karena mobil saya parkir di tempat yang panas."
Jiaahhh.. Enggak banget kan! Ery pun selalu pengen teriak, "Terus salah gw, salah temen-temen gw.."

Sampai-sampai gw berpikir, apa perlu ya gw ikut liputan sehari ajaaa... Atau berdiskusi panjang lebar sama temen-temen liputan atau jika memungkinkan sama nara sumber. Siapa tau gw merasa hidup kembali..

Jawaban atas pertanyaan gw muncul ketika gw baca Kortem edisi khusus Hari Kemerdekaan. Semuanya sih memotivasi (dan membuat saya semakin ingin liputan lagi). Tapi ada satu tulisan yang berbekas sekali pada gw. Semoga menjadi pencerahan.

"Sepenting apakah inspirasi? Konsep inspirasi itu abstrak padahal punya keindahan yang hebat. Inspirasi jadi kebutuhan yang asing karena tidak mudah teraba atau terlihat. Dalam bahasa Inggris, kata inspirasi punya banyak arti yang salah satunya berbunyi drawing of air into lungs. Inspirasi adalah nafas. Tanpa inspirasi berarti tanpa nafas. Bukankah tidak bernafas sama saja dengan mati?

Bagi sebagian orang, inspirasi adalah kesejukan. Seperti air dingin yang hadir mengalir, meredam ragu atau ketidakpastian.

Bagi yang lainnya, inspirasi bisa menggugah gairah. Ibarat sepercit api kecil yang dibutuhkan untuk menyulut bahan bakar diri yang berupa imajinasi, keinginan, cita-cita dan tindakan hingga semua hal itu meledak dengan sempurna. Agar gegaris kehidupan yang rawan kejenuhan dan ketidakberartian dapat dijalani dengan lebih mudah, dan menyenangkan!

Pada intinya, disadari atau tidak, hidup dan kehidupan selalu membutuhkan inspirasi.

Selamat mendapatkan pencerahan dari inspiring people. Selamat terinspirasi. Dan selamat menjadi terinspirasi."
(Indra Herlambang, Koran Tempo Edisi 18 Agustus 2011).

Wednesday, August 17, 2011

Pangeran Jose Emmanuel & Putri Felicia Angeline Wahyudi

Selamat datang! Maaf jika ucapan ini terlambat muncul kepada rombongan Pangeran Jose & Putri Felicia. Maklum aku, sang tuan rumah, beserta anggota kerajaan terdahulu panik setengah hidup ketika kalian datang. Padahal kami sudah mendapat informasi tentang kepindahan kalian ke negara bagian Nursery. Hehehehe...

Maaf! Maaf jika banyak kesan pertama yang kurang berkenan di jiwa kalian. Aku tahu kok. Aku bisa melihatnya ketika senyum Pangeran Jose tertarik ke muka bumi. Sampai-sampai yang muncul justru muka karet ketika aku berhasil memisahkanmu dari The Nanny. Alhasil, kau menjerit sejadi-jadinya sampai aku harus mambawa bekal makanan ikan untuk bisa meluruhkan hatimu.

Dan kamu, Putri Felicia, aku tahu kegembiraanmu nyaris luntur seperti pakaian Pangeran Owen Everald Santoso yang terkena Bayklin, senjata pamungkas sang mami ketika melawan noda bandel. Berulangkali kamu berpegangan erat kepada ibunda tercinta tepat setelah kakimu menyentuh tanah Sabirin. Bahkan kau enggan memakai seragam. Itu tandanya kamu sedang bad mood. Sedangkan sang mama justru berkomentar begini : "ah dia mah lagi lebay!". Hihihihi..

Aurillo Hosea Devano Haryanto.. :) Sudahlah. Aku malas membahas perseteruan awal kita gara-gara tragedi kursi yang kau obrak-abrik itu. Yang penting sekarang kita berteman yaa..

Kepada pujaan hatiku Efron Aleksandro Suranta Lebe... Tunggu ya. Sebentar lagi. Targetku sebelum kau meninggalkanku untuk berkeliling Indonesia lagi, kita harus bisa bercengkrama seperti biasa. Ya Efron sayang, aku juga kangen. Tak sabar rasanya mengenalkanmu dengan kata baru, nada baru, lagu baru, dan kebiasaan baru. Sekarang kau boleh marah tapi jangan galak-galak. Habis kulitku kamu cubit-cubit. Nanti akan kugunting kukumu sambil kita berbicara tentang Mr. Sun. Kalau bisa kita akan bercanda ria lagi bersama Aras Azzura Badaruzaman.

Last but not the least, selamat menggila di Nursery duhai Aurellia Bernice, Bryan Vernon, Stephany Fidelia, Travis Mawla Anugrah, Atha Mahya Siregar, Joycelin, dan ... Sengaja aku isi titik-titik karena masih ada lembaran unwritten on the book of Nursery 2011-2012.

Kita teman!

Luv you all
¤Ms. Evi¤

Sudah Waktunya Sekolah?

"Saya sudah duga, ini akibatnya setelah saya terlambat masukin A ke sekolah. Umur segini ga bisa apa-apa..."

Jika ada yang bertanya kapan sih waktu yang tepat untuk berhenti belajar, saya akan langsung dengan cepat menjawab : "Sampai nafas berakhir!". Nah bagaimana kalau sebaliknya?

Setiap orang punya jawaban beragam atas pertanyaan di atas. Pada awal tahun 1990-an mungkin jawabannya adalah TK nol kecil. Kelas tersebut menampung siswa-siswa termuda rakyat Indonesia. Masa kebebasan bermain anak mulai "terbelenggu" ketika dia berusia 4 tahun. Saat itu masyarakat seakan wajib memasukan anak ke taman kanak-kanak. Mereka yang tidak masuk TK kerap dianggap anak nakal, atau (yang agak naas tapi realistis) anak miskin. Maklum, biaya masuk sekolah bermain lumayan tinggi.

Tahun demi tahun berganti. Entah apa yang mengawali, sekedar gaya hidup atau memang tuntutan jaman, muncullah istilah kelompok bermain. Bahasa kerennya "playgroup". Dulu saya menganggap play group itu nama lain tempat penitipan anak. Tempat para orang tua pekerja menitipkan anaknya biar tidak menjadi liar. Liar dalam arti jadi "anak kampung" atau "anak pembantu".

Hehehe... Dua istilah ini lumayan sering terlontar di lingkungan sekitar saya. Anak kampung adalah sebutan bagi anak yang gemar bermain di luar rumah. Mereka cenderung kurang bisa berperilaku sopan karena alamlah yang menjadi guru mereka. Siapa kuat, dia hebat. Siapa lemah, dia lewattt... Sedangkan "anak pembantu" sering digunakan bagi anak yang menghabiskan hampir seluruh waktunya dengan pengasuh. Alhasil si anak lebih menyerupai pengasuh ketimbang orang tua sendiri.

Terbiasa berada di daerah (sok) metropolis, saya menganggap pendidikan anak usia dini sebagai omong kosong. Pendidikan macam itu hanya seperti suap agar anak tidak "ngambek" karena orangtuanya lebih sering mencari duit dibandingkan bermain bersama buah hati. Untuk apa sih anak dimasukin ke sekolah di usia yang masih muda banget? Apa itu bukan upaya pembunuhan masa bermain anak?

Sampai akhirnya saya benar-benar berkenalan dengan pendidikan anak usia dini. Kita sebut saja PAUD, biar enak. Sampai akhirnya saya diperkenalkan dengab istilah golden age. Nantilah saya nulis khusus tentang usia keemasan itu. Intinya, golden age merupakan saat dimana anak menyerap segala sesuatu seperti spons. Dan katanya (iya katanya, blum nemu referensi pasti sih :p ), apapun yang dia serap-lihat-alami akan tertanam kuat sampai sang anak dewasa.

Ini bukan tulisan promosi sekolah tetapi upaya ajakan untuk mengajak anak belajar sedini mungkin. Bukan juga upaya mencekoki anak dari usia dini yaaa... Semua ada batasannya. Tidak semua anak mampu memiliki multiple intelegensi yang sempurna. Pasti ada yang menonjol dan ada yang kurang. Tinggal peka aja menganalisis keadaan anak tercinta.

Ingat, kesempurnaan cuman milik Sang Pencipta. Serem juga lagi punya anak yang sempurna.. Saya mau memakai ucapan seorang ibu bersahaja yang baru saja mendaftarkan anaknya di kelas saya.

"Saya berharap anak saya tidak berada di atas rata-rata anak normal. Untuk anak saya dibilang jenius tapi dikucilkan. Saya yang lebih menderita. Tolong berikan pendidikan yang pas ya. Tidak kurang. Tidak lebih. Saya yakin, sekolah lebih tahu caranya. Saya, bapaknya, neneknya, dan oranglain terkadang cuma sok tau aja.."

Perbedaan ini Membunuhku? Ah tidak!

Hehehe... Judul yang provokatif. Tapi setidaknya "perbedaan" itu membunuh konsentrasi dan ketenangan jiwa saya selama Juli yang baru berlalu itu. Entah kenapa bulan itu jadi bulan yang berat...

Sampai akhirnya saya membaca note singkat seorang senior, Rieska Wulandari. Sinca the first time I met her at ospek kampusnya Jurnalistik tahun 2003, I really really really admire that lady. She is great!

She wrote this at her wedding vow ceremony photo album :
"This is the wedding that God has put Him self as the main organizer. In the beginning we think that married in Italy just impossible, but God helped us so we able to finish all the documents process on time, we managed to make all the family from Indonesia, England and France meet in the same time, and we could found an Italian priest who speaking english, a little church just behind our home for our wedding,... So, by the time of His Grace all the impossible things become possible. Maybe He likes the idea about marrying us. Thank God!"

Langsung deh saya memarahi diri sendiri. Saya, yang dengan penuh kesadaran mencari perbedaan, rasanya mulai jengah dengan semuanya. Saya mulai memaki banyak hal. Mulai dari kebiasaan keluarga, tradisi, tanggung jawab saya saat ini, masa lalu, dan kesendirian ini. Cape dan kemudian muncul rasa muak ketika mendengar pertanyaan atau hanya sharing tentang pernikahan. Hehehe... Ery Kurnia Putri pasti mengerti maksudku ;p.

Kesendirian dan jarak yang jauh. Awalnya saya menuding dua hal tersebut sebagai biang kerok. Rasanya lelah berdoa, berusaha, dan berharap tanpa ada dia di sampingku. Tetapi ternyata jarak pun tidak bisa menutup kegelisahan saya. Banyak waktu terbuang karena "have fun" berada di atas segalanya. Padahal saya ingin sekali mengenggam tangannya dan berkata "aku takut". Berharap ada pelukan, atau kalau bisa ciuman hangat di keningku, yang selalu jadi kekuatan bagiku memperjuangkan segala.

Amarah.. Justru itu yang sering muncul. Bukannya gengaman tangan sambil kedua kepala tertunduk, mata terpejam, harapan yang kami panjatkan kepada Dia pada setiap Senin. Amarah karena aku bingung harus bergerak kemana. Sampai saat ini semua gerakan yang terjadi kebanyakan seperti permainan penghilang kepenatan bekerja.

Sampai akhirnya aku benar-benar sendiri di liburan awal puasa ini. Empat hari menyepi di kost membuatku banyak merenung dan membaca. Salah satunya Majalah Femina edisi pernikahan dari Elizabeth Bernadine Knehans. Perbedaan itu indah! Semoga Tuhan memberkati kami, sekarang dan selamanya. Amin :) Love You

Indahnya Berbeda di Pelaminan

Cinta memang tidak mengenal batas geografi dan ras. Ketika hati berbicara, perbedaab suku, filosofi, dan cara hidup, semuanya hanyalah persoalan kompromi. Justru di tengah kemajemukan itu, mereka bisa mengawinkan budaya, tanpa harus kehilangan identitasnya. Cinta mengalahkan segalanya, itu benar!
(Femina Juni 2011)