Sunday, February 15, 2015

FaveHotel Mex Surabaya : Minimalis, Ekonomis, dan Strategis

Ehm.. Akhirnya menulis juga deh tentang hotel review. Oke, ini dia FaveHotel Mex Surabaya. Hotel minimalis, ekonomis, dan strategis. Salah satu rekomendasi penginapan yang lumayan oke bagi pengunjung Kota Surabaya. Ini dia ulasannya. 

Saya mendapat tugas luar kota pertama di tahun 2015 pada Sabtu, 17 Januari lalu. Tujuannya Surabaya. Salah satu kota tersibuk di Indonesia, ibu kotanya Jawa Timur. Saya bertugas untuk mengikuti pre conference IDMC 2015 di GKI Pregolan Bunder Surabaya. By the way, IDMC itu singkatan dari Intentional Disciplemaking Churches. Sebuah seminar tentang pemuridan yang puncak kegiatan regionalnya berlangsung di Hotel Bumi Surabaya pada Maret mendatang. 

Waktunya untuk studi banding hotel-hotel di Surabaya. Atas rekomendasi seorang senior di gereja, saya menginap di FaveHotel Mex Surabaya. Tawaran di website mereka memang cukup menggiurkan untuk saya yang menginginkan penginapan berkualitas dengan harga terjangkau. 

FaveHotel Mex merupakan budget hotel ala Aston Hotel. Salah satu hotel murah di Surabaya tetapi tidak murahan. Hotel ini terletak di Jl. Pregolan Bunder. Letaknya dekat dengan Jl. Basuki Rakhmat yang hidup 24 jam. Suasananya benar-benar seperti kawasan Sudirman, Jakarta. 

Turun dari taksi, saya disuguhkan bangunan berupa bangunan bertingkat dengan nuansa yang colorful. Saya agak kebingunan ketika masuk ke dalamnya. Pemandangan pertama saya adalah restoran bernuansa oriental yang kental. Clingak - clinguk, akhirnya saya menemukan lobi hotel yang ternyata berada di lantai 3. 

Young and colorful. Begitulah nuansa yang saya dapatkan di lobi hotel. Interior ruangan menggunakan permainan warna-warna cerah. Sayang, kecerahan itu tidak terasa pada staf hotel yang kebanyakan masih berusia awal 20-an. Stafnya agak kewalahan menghadapi tamu di akhir pekan. Butuh waktu lebih dari 15 menit sebelum saya benar-benar sah menikmati pesanan kamar.



Saya memesan standard room dengan satu tempat tidur. Cukup kaget ketika masuk ke dalam kamar. Benar-benar kamar yang minimalis dan sempit. Ukurannya 16 meter persegi tanpa jendela. Kamar mandi dengan dinding kaca membuat ruangan terasa sedikit lebih luas. Namun jika dilihat dari dalam kamar mandi, wow saya merasa malu sendiri. 

Namanya juga hotel bujet. Harganya minimalis dan fasilitas yang tersedia hanyalah fasilitas utama. Sebut saja tempat tidur, meja kerja, televisi, pendingin ruangan, toilet, shower, gelas, air mineral ukuran botol kecil, dan peralatan mandi utama. Untungnya masih ada brankas tempat menyimpan barang berharga. 

Tidak ada di kamar namun bukan berarti tidak tersedia. Manajemen hotel tetap menyediakan kamar dengan jendela jika kita memang memesannya dengan detail. Fasilitas seperti shower cap, hair dryer, setrika, dan lainnya akan diantarkan ke kamar setelah kita memesan terlebih dahulu.

Meja kerja di kamar yang saya pesan tergolong mungil sekali. Space langsung habis ketika saya menjejer notebook ukuran 13 inchi dan netbook ukuran 7 inchi. Belum lagi ternyata stop kontak yang tersedia hanya untuk colokan kaki tiga. Gagal sudah bekerja di atas meja. Saya terpaksa mengetik di sela tempat tidur yang jaraknya 40-50 cm saja. Pilihannya mendekat ke stop kontak di dekat tempat tidur atau di kamar mandi. Untungnya lantai di kamar menggunakan aksen kayu sehingga terasa sedikit hangat ketika diduduki tanpa alas apa pun. 


Usai menghadiri acara utama, saya menyempatkan diri untuk berkeliling di sekitaran Pregolan. Sungguh, saya suka area Pregolan! Beberapa bangunan tetap mempertahankan arsitektur lama. Banyak pepohonan yang (sepertinya) berusia ratusan tahun.

Kawasan Pregolan memang bersahabat untuk pejalan kaki. Tenang sekali padahal ada di pusat kota. Saya mengibaratkan seperti kawasan Sagan di Yogyakarta, tempat saya tinggal saat ini. Musuh utama saya ketika jalan-jalan malam cuma nyamuk-nyamuk edun! 

Pemandangan berangsur ramai ketika ada di penghujung Jl. Pregolan menuju Jl. Basuki Rakhmat. Tempat makan tersedia dalam ragam yang berbeda-beda. Sebut saja Boncafe, restoran andalan anak gaul Surabaya.Tepat di sebelahnya ada Holycow yang sama-sama mengandalkan steak sebagai menu utama. Selain itu ada juga restoran cepat saji seperti McDonald dan KFC di seputaran Tunjungan Plaza. Tak lupa Alfamart, minimarket 24 jam, yang membuat saya jadi tidak tertarik berkunjung ke minimarket hotel. 

Saya sendiri memutuskan membeli nasi goreng kaki lima. Nas goreng khas Surabaya ini rasanya enak! Saya lebih suka nasi goreng ini dibanding nasi goreng jawa (baca : jogja). Tidak terlalu manis dan lebih gurih. Saya penasaran warna merah yang sepertinya menjadi penanda nasi goreng Surabaya. Oiya di sekitar FaveHotel Mex juga ada masakan tradisional lainnya seperti nasi bebek, sate ayam, nasi soto, dan warung sejenis angkringan 24 jam.

Sebenarnya ada beberapa restoran di Mex Building, lokasi tempat FaveHotel Surabaya ini. Di lantai basement ada Drago Restaurant yang menjadi lokasi sarapan para pengunjung FaveHotel. Tepat di depannya, ada food court yang buka 24 jam. Di lantai satu terdapat Fu Yuan, restoran oriental yang sempat saya sebut pada awal tulisan. Ulasan tentang Fu Yuan cukup oke ketika saya cek di Foursquare. Lalu ada juga restoran jepang yang saya lupa namanya. Letaknya di lantai paling atas berdekatan dengan tempat kongkow malam ala FaveHotel. 

So far, FaveHotel lumayan oke untuk jadi tempat persinggahan bagi mereka yang ingin penginapan berkualitas di Surabaya.

Nilai Plus (+) :
1. Ekonomis. Harga terjangkau mulai dari 300 ribu-an. Pemesanan akan jauh lebih murah via online. Lebih murah lagi ketika memesan lewat website resmi FaveHotel Mex Surabaya.
2. Strategis. Terletak di pusat kota Surabaya. Dekat ke Tunjungan Plaza juga, lho!
3. Minimalis. Desain minimalis dan nuansa yang cheerful bisa menjadi moodbooster untuk hati yang temaram. Halah!

Nilai Minus (-) :
1. Standard room tergolong sempit. Tidak memungkinkan untuk meletakkan extra bed sekalipun tamu hotel "ngotot". Dan, itu bukan saya yaa ;)
2. Tidak kedap suara. Kita dapat mendengar sayup-sayup suara dari kamar sebelah. Jangan berpikiran menyalakan TV atau musik dengan volume yang keras. Berisikkk!
3. Young and newbie. Staf hotel masih sangat belia dan sepertinya minim pengalaman sehingga kurang cekatan. Semoga dengan berjalannya waktu mereka semakin mahir dalam bekerja. 


Demikian info tentang FaveHotel Mex Surabaya dari saya. Semoga berguna. Terimakasih Surabaya! 
   


Bonus foto kebersamaan saya dengan Sari, sepupu saya yang ditugaskan di Surabaya. Hehehe..
Terimakasih Ai udah menjamu gw dengan luar biasa!





  


Saturday, February 14, 2015

Cassiel, My Guardian Angel :)

It's just a quiz about the guardian angel. 
A simple quiz with the spontaneous answers.
Who is your guardian angel?

It's Cassiel.
The angel of solitude and tears.
Cassiel is known for simply watching the events of the cosmos unfold with little interference.

Aha, i knew it! I feel it!
Even from up there, you're still watching over me.


:)

pic : esthermorrisonsmith.com


Friday, February 13, 2015

Pemuridan di Gereja? Bisa Ga Ya?

Pemuridan. Buat mereka yang aktif di dunia persekutuan, kata “pemuridan” bukanlah hal yang asing.  Biasanya, “pemuridan”  justru menjadi salah satu program kerja terbesar di dalam organisasi persekutuan yang notabene anggotanya cenderung sedikit (baca:terbatas). Di luar dunia persekutuan, “pemuridan” merupakan satu kata yang asing, banged!

Biar paham, pemuridan merupkan proses pemberitaan tentang Yesus Kristus yang dilakukan dalam konsep berkelompok. Jelasnya, pemuridan merupakan versi singkat tentang penjelasan Matius 28:18-20. Ada tiga kata kuncinya : pergi, seluruh bangsa, dan murid. Pendek kata, pemuridan merupakan proses menjadi murid dan memuridkan.

Pemuridan? Intinya belajar dong! Hooh bener banget. Kristus sendiri ingin kita, pengikutNya, kenal siapa Kristus. Jangan hanya jadi “follower” tapi “know him more”. Caranya hanya satu, ya belajar! Kita ga akan tahu cara menghitung kalau dulu sewaktu kecil tidak dikenalkan matematika kan. (Abaikan soal faktor gen istimewa ala Einstein).

Oke deal, pemuridan itu adalah proses belajar. Dunia yang tidak asing bagi anak sekolahan dan anak kuliahan. Lumrah banget jika suasananya adalah institusi sekolah atau kampus. Abaikan soal mereka yang “alergi” sama belajar tapi, terutama kampus, dua tempat itu merupakan sarang para pemikir kritis. Belajar itu dunia mereka. Pertanyaan gw malam ini, bisa ga sih “pemuridan” diimplementasikan di gereja?

Gereja merupakan sebuah komunitas (orang Kristen) yang lebih kompleks. Jumlah kuantitas mah relatif banget ya. Kompleks karena isi gereja itu beragam dari mulai anak bayi yang lucu-lucu sampai para senior lansia. Bisa gitu konsep “pemuridan” dilakukan di gereja? Mau gitu? Nemenin anak masing-masing untuk belajar aja banyak yang angkat tangan. Nah, ini meminta jemaat untuk belajar?

Pertanyaan itu berputar-putar kencang di kepala gw sejak pertama kali “kecemplung” di organisasi gereja. Sebelumnya, gw lahir dan tumbuh besar di gereja tradisional asal Sumatra Utara dengan jumlah jemaat menengah. Tidak terlalu besar tapi tidak terlalu kecil juga jumlahnya. Gw Kristen dari lahir, sekolah di Katolik, dan memang hobi baca buku. Pengetahuan tentang Kristen udah “ngelotok” banget. Tapi baru sekitar 16 tahun tahun setelah lahir, gw bener-bener berjumpa secara pribadi sama Kristus. Masa SMA menjadi momen astral pertama gw. Ayeeh… Euforia itu diperlengkapi dengan pola pemuridan yang (terpaksa) gw ikutin ketika kuliah di Jatinangor, Sumedang tersayang. Perkantas Jatinangor menjadi rumah bagi gw bertumbuh. The end of pemuridan ala epoy? no way! Stuck iya.. Hehehe..

Sekarang gw “kecemplung” dan mencemplungkan diri di gereja yang heterogen. Akhirnya momen pemuridan dimunculkan kembali. Kontroversi hati banget memang. Hohohoho.. Hati masih bertanya? Memang bisa? Gimana mulainya? Sama siapa? Kalau banyak yang tidak setuju dan akhirnya bubar jalan gimandang? Masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang temanya satu : khawatir.

Sah dong gw khawatir. Pemuridan itu butuh komitmen dan kontinuitas. Sama kaya belajar matematika. Kalau ga mau buta angka, ya kenali angka.  Beuuh beraatts! ini audiensnya heterogen banget. Lebih mudah mengumpulkan massa untuk diajak nyanyi-nyanyi, makan-makan, arisan, foto studio, outbond (baca : kongkow) ke pantai, atau acara heboh lainnya. Inisiatif bermunculan tanpa perlu komando. Masih lebih mudah juga mengajak jemaat ikut ke acara yang agak lebih susah seperti donor darah, jalan sehat, dan acara fisik lainnya. Tinggal permainan publikasi yang atraktif dan sentuhan komunikasi interpersonal, hasilnya oke!  Lah ini nyuruh orang belajar? Di usia yang sudah tidak muda lagi, dan kesibukan hidup yang luar biasa. Belajar alkitab lagi! Denger kata pendalaman alkitab aja udah alergi (it happens in my big family too). Bisa ga ya pemuridan dilakukan di gereja?

Pada akhirnya sedikit demi sedikit gw dikasih pencerahan sama Tuhan. Terimakasih Tuhan, gw dipaksa mulai mempersiapkan hati di Pre Conference IDMC Januari 2015. Inti materi pada sesi Surabaya Leadership Training lalu : are you ready for stand up for Christ? Gandengan tangan dari para pemimpin gereja akan berpengaruh besar bagi kesuksesan pemuridan. Karena, gereja yang sehat itu adalah gereja yang bertumbuh.  Dan, bertumbuh itu ga hanya ke samping tapi ke dalam. Bukan hanya bangunan gereja yang bertambah besar, atau jumlah jemaat yang bertambah, atau program kerja yang bombatis, atau besarnya nominal uang yang berputar di suatu gereja. Yuk mari menjadi murid! Mari Epoy KTB lagi. Belajar juga dari Cherishta. Belajar juga dari Permen. Belajar juga dari Pra Remaja.

Dalam nama Tuhan Yesus, program pemuridan di Pos Jemaat Adisucipto dimulai..


“Karena pemuridan bukanlah program kerja semata, melainkan sebuah gaya hidup!” – IDMC 2015
      



Berbah, 2015