Friday, October 28, 2016

I'm Blessed as a Man to Have Seen You in White

One ordinary day. Ruben and i laid down on our fave air bed. We had our lazy time after back from work. Our appereance was so absurd, as ussual. Hehehe...  We're too lazy to change our clothes and chose to have the after work chit-chat with the absurd position. 

The radio was (maybe) on. Sudennly Ruben said something about "seen you in white". I didn't realize what he wanted to talk about. The conversation was short. He said something like this, "sayang di kita ga familier sama 'in white' ya". I couldn't remember the rest but i remember we hugged each other so tight that night before we go to sleep.

But then today i realize what about "seen you in white" is. Hahahaha... That's the lyric of The Script's song : Never seen Anything "Quite Like You". OMG, it's a sweeeet song! This is best part of that song :


Well I've seen you in jeans with no make-up on
And I've stood there in awe as your date for the prom
I'm blessed as a man to have seen you in white
But I've never seen anything quite like you tonight
No, I've never seen anything quite like you

P.S: I was in white and red at our wedding day. Batak sekali! Hehehe.. I really wish one day in our Wedding Vow Renewal, I could be in white. Just a simple white and it will be enough. Hope so :)    



Wednesday, October 26, 2016

Blog Baru


Jadi, akhirnya saya sepakat sama diri saya sendiri kalau saya harus maksain diri untuk nulis lagi. Yaahh kira-kira adegannya hampir sama seperti seperti pembukaan film Great Gatsby lah. Sewaktu Nick Carraway dikasih ide sama psikiaternya untuk melepaskan diri dari the spiral-damn-of-sorrow dengan sebuah jurnal. Ajak pikiran untuk menulis dan setelah selesai jurnal itu bisa dibakar saja. 


Oke saya sepakat tentang menulis. Tapi tentang "membakar" tulisannya? Hohohoho... Enak saja. Ancaman dipidanakan saja tidak pernah berhasil membuat saya "menghancurkan" tulisan yang pernah saya buat. Er, nggak juga dink. Saya pernah secara harafiah membakar buku harian masa-masa lebay. Hehehe... 


Diskusi sama Ruben. Ngobrol sama Sam. Berbicara sama diri sendiri. Lalu sepakat, saya harus buat blog baru yang isinya beda sama blog saya yang satu ini. The World of Epoy. Kontennya lebih ke arah mengingat hal-hal baik dalam hidup saya.


Persiapan beberapa waktu dan jadilah blog ketiga saya. My Kind of Heaven : It's All about Movies, Foods, and Books. Hahaha.. Itulah surga bagi saya. Beberapa tulisan awal adalah kilasan singkat konten terkait dari blog saya sebelumnya. Maksudnya blog ini. Selanjutnya saya akan banyak menulis tentang hal-hal baik dalam hidup. Hal-hal kurang baik? Disimpen di tempat semestinya dengan cara yang (semoga) lebih baik. Blog saya yang ini tetap ada dengan setiap tulisan yang Epoy banget. 


Jadi, selamat menikmati keduanya ! Silahkah juga berkunjung ke My Kind of Heaven on Earth ya. Alamat blognya perpaduan nama saya dan Ruben :
www.evipanjaitanknehans.blogspot.co.id


Damai sejahtera beserta kamu dan aku :) 

Salam damai,
Epoy

I Write to Understand My Soul
- Paulo Coelho


Monday, October 24, 2016

Spending The Leisure with Mocca




Yes, finally Mocca! Finally i have a swinging night and i spent it with my beau. Bwahahaha.. Beau!

It all began with the info from Mocca Official Instagram about the Land of Leisure concert on Sunday Oct 23, 2016 at the Rooftop Ambarukmo Plaza. So, i talked to Ruben about this concert. He said yes and we prepared ourself to enjoy Mocca. Yey!

FYI, i work at church and weekend is always be the most busiest time of the week. Weekend is also mean the most tiring time, especially Sunday. So, Ruben push me to have an enough nap time after work.

Sunday 08.30 PM. Ambarukmo Plaza (Amplaz) looked soooo crowded. Ruben said Amplaz Parking Area never been so full since the first time he lived in Jogja. Rush, rush, rush! After some confusing moment, finally we arrived at Rooftop. The jazzy is in the air, baby. Yey! Mocca! Yey, another me! Hehehe.. I mean : Arina!

It took me about 15 minute until i gave up. We decided to find the comfort spot to enjoy the show. No smoke, no annoying teenager, no light rain, and some nice place to sit together with Ruben. We could not see the performance but at least we could hear the music of Mocca. Oh no, i missed a couple of Mocca song. You should update your song vocab, Epoy! Hohoho..

And... finally my most favorite song ever : "Me and My Boyfriend". Hahahha.. Still!  Thank you, yang for all of the lovely moment together. I waited so long to hold your hand tight while Mocca sang Me and My Boyfriend for us. Hahahaha..

"When I'm blue. feel so lonely
No one sits here right beside me
I'm gonna call you just to hurry
Come and see me
It's so scary and I need you desperately

I share my dream and all my story
I don't think i need my diary
If you're teasing me, don't you worry
I will keep you in my memory"


Finally the show came to the end. Mocca closed the concert with the energizing song. Life Keeps on Turning. I am amazed how much i still remember the lyric. The most cheerful brokenhearted song ever. Hahaha..

We went home before 10 PM and felt so exhausted. But, i am happy. Thank you Mocca. Thank you, Ruben. My bestfriend, my beau, my hubby, and most of all :  teman hidupku.

I love you, 

Evi Panjaitan 

Not Arina Ephinania :p

Friday, October 21, 2016

Memahami Anak Berkebutuhan Khusus

Kemarin malam saya dapat info tentang acara ini dari Kak Debora Ndraha. Rekan yang dulu sama-sama melayani sebagai kakak sekolah minggu di GKI Gejayan. Topiknya menarik hatiku. Ini dia iklannya :

Sumber Gambar : Facebook Kak Debora Ndraha


Saya pun mulai melancarkan aksi stalking untuk mengetahui sedikit latar belakang penyelenggara acara bagus ini. HOPE Special Needs Center bekerja sama dengan Sekolah Theologi Reformed Injili (STRI) Yogyakarta. Berkunjunglah ke sini untuk cek info lebih lanjut tentang HOPE Special Needs Center. Isinya bagus! 

Lalu saya teringat pada hari yang sama saya diingatkan oleh Facebook tentang salah satu pengalaman indah mendampingi salah satu murid berkebutuhan khusus di sekolah tempat saya bekerja dulu. Sebut saja namanya Thomas karena dulu dia sangat menggemari Thomas The Tank Engine. Pertemuan pertama saya dengannya sangat berkesan. Saya mencatatkannya di notes ini

Kepada semua para pendamping anak berkebutuhan khusus, marilah belajar mengenal dan memahami anak-anak unik ini. Saya percaya setiap anak adalah anugerah yang luar biasa dari Tuhan. Tidak peduli betapa anak tersebut jauh dari kata cantik, ganteng, imut, dan menggemaskan. Mereka anugerah yang sama sekali tidak pantas disebut freak. 

Tentang ucapan freak, saya sempat menegur adik remaja yang pernah saya layani di gereja. Di luar dugaan, adik cantikku ini enggan mengikuti gerakan ketika kami bernyanyi "Making Melody". Katanya saat itu : "Kak, ga mau (gerak) ah. Kaya orang freak aja". Hohoho... Got ya! Saya punya kesempatan menjelaskan tentang anak berkebutuhan khusus. 

Konon, lagu "Making Melody" memang ditujukan bagi semua orang berkebutuhan khusus yang ingin memuji nama Tuhan melalui keterbatasan mereka berekspresi. Makanya gerakan dalam lagu "Making Melody" terasa aneh bagi manusia bertubuh sempurna. Kataku saat itu, sungguh kejam rasanya memanggil teman-teman berkebutuhan khusus sebagai seorang freak. Setiap gerakan dalam lagu "Making Melody" membantu kita mengerti rasanya berada dalam posisi mereka. Kalau boleh memilih, mereka juga tidak mau berada dalam posisi spesial itu lho.  

Saya yakin, adik cantikku bukan satu-satunya orang yang memiliki sikap yang sama tentang anak berkebutuhan khusus. Bersyukur sekali adik cantikku sepertinya mulai merubah cara berpikirnya. Semoga tetap seterusnya ya, dek.

Oke kita kembali ke seminar yang tadi saya sebutkan di awal. Semoga info ini berguna bagi setiap para pendamping anak berkebutuhan khusus di Yogyakarta. Entah itu orang tua, pengajar, pengasuh, atau pendamping lainnya. Ayo jangan menyerah! Harapan selalu ada selama kita mau mencari. Bergerak ramai-ramai dalam komunitas lebih jitu ketimbang bergerak sendirian. 

   




Selamat Pagi Semut Mutan

Selamat pagi!  Udara pagi di rumah tengah sawah menyambut saya yang hendak berangkat kerja. Seperti biasa, saya perang dulu sama semut-semut yang bangun jauh lebih pagi dari saya. Mereka adalah semut yang jenisnya kecil warna agak kemerahan dengan gigitan yang nylekit.

Segera saja saya ambil senjata andalan, sapu dan semprotan nyamuk. Srot srot srot.. Tunggu sebentar lalu menyapu habis para semut yang entah pingsan atau beneran mati. Tapi namanya juga semut. Mereka layak disebut survivor. Selalu ada saja yang berhasil lolos dan berhasil menyerang saya dengan gigitan gerilyanya.

Jika saya tiba-tiba merasa gatal, itulah tandanya si semut menang. Biasanya posisi gigitan si semut tersembunyi. Agak mendelesep ke bagian tubuh yang tertutupi pakaian. Gatelnya awet!

Pagi ini saya yakin, ada yang tidak beres dengan para semut. Coba lihat foto tangan saya. Kok kelihatan seperti terkena ulat bulu ya. Bentolnya lebar. Akhirnya saya sepakat sama diri saya sendiri. Semut di rumah saya itu semut mutan. Hahahaha.. Mereka sudah bermutasi melawan semprotan obat nyamuk. Atau jangan-jangan saya curiga mereka sudah kawin silang sama ulat bulu yak. Opsi ketiga, sayanya aja yang tidak paham dengan dengan dunia persemutan. Apapun itu, selamat pagi dunia! Mari beraktivitas.

Belajar dari Barukh : Setia pada Pekerjaan dari Allah

Sumber Gambar :  nuestros antepasados

Kitab Yeremia mencatatkan Barukh bin Neria sebagai seorang juru tulis professional yang bekerja untuk Nabi Yeremia. Barukh dapat dikatakan adalah sosok lelaki yang terpandang dan terpelajar.


Barukh merupakan aristokrat tepandang yang memiliki karir yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Jurutulis kala itu memainkan peranan yang begitu penting. Dia mendapat pendidikan yang tergolong tinggi. Sebagaimana jurutulis pada masanya, Barukh memahami bahasa Ibrani dan literatur secara administrasi professional dalam semua level. Dia dilatih memiliki kemampuan berbahasa yang tinggi.


Yeremia menunjuk Barukh menjadi jurutulis pribadinya. Bersama Barukh, Yeremia menjadi saksi perjalanan Kerajaan Yehuda selama jatuh dalam kekuasaan Babilonia. Pada masa inilah Yerusalem berada pada puncak kehancuran. Kondisi keagamaan penduduk dan pemimpin Yerusalem memang dapat dikatakan religius. Namun sayangnya kerohanian mereka kosong. Semuanya sekadar ritual belaka.


Barukh ikut bersama dengan Yeremia  ketika sisa penduduk Israel memaksa mereka ikut mengungsi ke Mesir. Mereka berpikir dapat menyelesaikan bencana yang terjadi dengan cara yang lebih baik daripada cara Allah.


Allah membentuk Barukh selama masa-masa pembuangan ini. Bahkan termasuk ketika Barukh mengeluh kepada Allah karena tidak memiliki karunia bernubuat. Barukh membandingkan posisi dirinya seperti Yosua yang melayani Musa dan Elisa yang melayani Elia.


Barukh sendiri tidak mampu pulang dari pembuangan karena usia yang lanjut. Namun kisah hidupnya menjadi catatan yang penting dalam perjalanan umat Israel. Melalui kisah Barukh kita kembali diingatkan pentingnya sikap untuk terus mendengarkan Firman Allah. Betapa penting untuk tetap setia pada pekerjaan yang dikaruniakan Allah, bahkan kalaupun konsekuensinya tidak menyenangkan. (evp) ***



Tulisan untuk Warta Jemaat 
GKI Gejayan Bakal Jemaat Adisucipto Yogyakarta
Minggu, 23 Oktober 2016

Sumber Tulisan : 
Slide PA Wilayah Pdt. Joseph Hehanusa (UKDW)


Yups, Saya Kangen Beju

Beju. Itu nama motor kesayangan saya. Teman setia yang menemani sejak saya jadi kuli tinta di Bandung. Beju disusulkan mengikuti saya ke Jogja mengingat betapa tidak bersahabatnya kota ini terhadap pengguna angkutan umum seperti saya dan keluarga.

Jangan bayangkan Beju seperti motor cantik. Walau bukan motor antik, Beju hanyalah motor bebek manual. Beju secara otomatis bertambah berat sejak jatuh ketika dipakai Andi, adik saya, saat melawan arus. Permak sana permak sini, Beju berhasil "sembuh" tapi tidak seprima dulu. Tetap saja menurut Ruben dan saya itu sudah sangat membantu kami.

Di Jogja ini, kami sekeluarga ada tiga orang. Ruben, Mama Rinta (mertua saya), dan saya. Kami tidak punya mobil. Jadi, kami sangat kerepotan ketika harus pergi bertiga. Terkadang harus merepotkan tetangga untuk menemani kami pergi jika ingin pergi bertiga.

Saya pun sebenarnya adalah perempuan dengan mobilitas yang tinggi. Ada kalanya melanglang buana ke berbagai  penjuru Jogja sebelum akhirnya pada malam hari pulang dan beristirahat di kediaman kami di kawasan timur Jogja.

Itu dulu. Sampai pada akhirnya saya sadar harus benar-benar membatasi diri berkendara. Awalnya sih sekadar mudah capek tapi lama-lama akhirnya jadi takut membawa motor. Saya ingat, perjalanan terakhir saya itu menemani Vina, kesayangan saya, yang ingin berkontemplasi ke Jogja. Selanjutnya kondisi kesehatan saya menukik turun. Amblas.

Agustus 2015 saya sadar ada yang tidak beres dengan rahim saya. Haid menggila dalam kurun waktu panjaaaaaang. Tiga bulan tanpa henti. Eh, sempat berhenti deh. Bentuknya flek saja. Tapi kata ginekolog RSIA Sadewa & RS Panti Rapih yang menangani saya, umur saya sudah mulai masuk usia rawan. Hati-hati untuk urusan rahim. Jangan ngoyo kalau aktivitas.

Oke saya nurut. Saya hampir tidak pernah lagi menyentuh Beju atau pun Kakak (motor kami yang satu lagi). Pilihan berkendara lebih sering saya jatuhkan ke sepeda merah. Hitung-hitung "bike to work". Mumpung kantor saya cederung dekat dengan rumah. Jaraknya mungkin sekitar 5 km saja.

Bersepeda ternyata strategi yang salah. Efek sampingnya buruk bagi organ reproduksi saya. Memang sih berat badan saya turun drastis hingga 8 kg. Khususnya di area bokong dan paha. Sayangnya justru membuat rusak bagian lain. Mondok lagi deh..

Selama masa hibernasi, Beju ketemu penunggang barunya. Saya agak-agak dilema sih sewaktu meminjamkan Beju. Penunggangnya masih di bawah umur yang mental dan emosinya masih jauuuh dari kata matang. Pikir saya, ah sementara saja lah!

Masa hibernasi saya selesai. Kini saya mencoba bangkit dari mati suri. Sedikit demi sedikit mengurangi ketergantungan dari orang lain. Salah satunya untuk urusan berangkat kerja.
Drama terbesar saya berjudul "Masuk Siang". Rasanya tuh seperti nonton film genre thriller. Deg deg ser! 

Saya sempat terbantu dengan aplikasi Go-jek. Memang sih agak berat juga membayar Rp15.000 untuk tarif dari rumah saya di kawasan Kebonan, Berbah ke kantor di Jl. Raya Jogja Solo KM 10.5. Tapi sekali lagi, saya belajar mandiri. Masa bergantung terus sama Mas Joko, rekan kerja yang juga sahabat saya itu.

Saya rasa bagian klimaks terjadi saat ini deh. Go-jek berkali-kali menolak order dari saya. Entah karena posisi saya di ujung timur Jogja yang agak jauh dari peradaban, atau karena sekarang (Oktober 2016) tarif Go-jek turun drastis hingga 50%, atau karena keduanya.

Pilihan beralih ke Call Jack. Aplikasi ojek taksi Online yang ternyata  dibuat oleh perusahaan Mas Aan, teman di gereja. Tapi lagi-lagi nihil! Dalam durasi kurang dari 1 detik saya langsung mendapat notifikasi : "tidak ada driver ditemukan". Hebat!

Saya sempat melirik juga ke aplikasi taksi online saking nekadnya. Demi bisa berangkat kerja tanpa merepotkan orang lain. Gagal juga! Pilihan terakhir : jalan kaki. 

Buat saya, jalan kaki adalah ujian yang sesungguhnya. Kok bisa jadi ujian? Pertama, saya ga kuat berdiri lama, apalagi jalan kaki. Kedua, saya masih suka tidak konsen ketika aktivitas sendirian. Bisalah tiba-tiba terjatuh tanpa sebab atau histeris sendiri denger atau merasakan ada kendaraan yang mengeluarkan getaran maupun suara yang kuat. Ketiga, jarak rumah ke kantor saya tergolong jauh sekali untuk dibawa berjalan kaki.

Kondisi pertama dapat saya akali dengan berjalan pelan-pelan sambil menenteng minuman. Rasa perih di perut dan kaki sedikit teralihkan dengan segarnya air minuman. Saya langsung beristirahat sesampainya di kantor. Tiduran di kursi gereja yang tak terpantau CCTV. Malu atuh ah tiduran disorot kamera. Memangnya kalau lambai-lambai tangan ke kamera tiba-tiba bantuan datang?  Terlalu berharap kamu, Epoy!

Kondisi kedua saya mengikuti saran Ruben. Selalu nyalakan radio ketika merasa takut sendirian. Bukan Music Player, tapi radio yang ada interaksi penyiarnya. Psikis saya bisa terkelabui.

Kondisi ketiga sementara dapat disiasati dengan meminta bantuan kepada alan semesta. Hahaha. Maksud saya, berharap pada tumpangan dari malaikat berwujud manusia. Mereka yang menolong saya layak disebut malaikat karena mau berbaik hati memberikan tumpangan kepada orang asing seperti saya. Sejauh ini ada saja sih malaikat yang dikirim Tuhan. Untuk itu, sembah sujud pujiku untukMu Yesusku.

Oke tapi itu semua bukan solusi. Ruben dan saya sepakat Beju adalah solusinya. Saya harus belajar bawa motor lagi. Belajar lagi atau jalan kaki. Cuma itu pilihannya. Ruben kan tidak setiap saat bisa menyempatkan diri kabur dari kantornya di Godean, ujung barat Jogja sana,  untuk menemani saya bekerja. Tidak baik juga untuk psikis saya.

Oke, oke, oke, sepakat! Naik motor (lagi). PR selanjutnya meminta kembali si Beju. Semoga minggu depan kami berhasil membawa pulang Beju. Oh, Beju.. Aku kangen kamu, nak!  Pulanglah ke mama dan papamu :)

Ini ceritanya foto ilustrasi. Sama sekali tidak berhubungan dengan Beju ataupun motor lainnya. Hehehe.. Foto ini diambil sewaktu saya dan Reni, salah satu sahabat baik sesama wartawan di Bandung dulu, nekat ikutan Lomba Balapan Gokart yang diadakan Telkomsel untuk komunitas wartawan Bandung. Lihatlah helm dan jaket kami lebih besar dari orangnya. Hahaha.. Tapi keduanya perlengkapan standard yang wajib dimiliki ketika berkendara gokart maupun motor.

Monday, October 17, 2016

Jadi Manten Lagi

Bulan Oktober, Bulan Keluarga. GKI Gejayan penuh kegiatan yang bernuansa keluarga. Tak terkecuali di Bajem Adisucipto. Hari Minggu lalu para pasangan suami-istri borongan jadi manten massal. Acaranya seru!

Tahun ini, euforia Bulan Keluarga lebih terasa ke arah jalinan relasi suami dan istri. Tim ibadah pun menyulap Ibadah Minggu jadi terasa seperti Ibadah Pernikahan. Dekorasinya juga edaaannn...
Di ibadah ini ada prosesi Penyegaran Janji Pernikahan. Para pasangan diberkatin lagi, berjalan di karpet merah lagi, dan pada bagian akhir diberi suvenir cantik. Hihihihi.. Saya puaasss dengan konsep suvenirnya. Ah, narsis kamu, Epoy! 

Peserta banyak banget. Lebih dari ekspektasi. Barisan berjubel hingga luar Rusng Ibadah utama. Banyak juga jemaat yang terpaksa tidak dapat ambil bagian karena pasangannya absen. Naahhh..di situlah muncul muka-muka mellow. Saya ikut sedih.

Bener, saya juga sedih. Hari Minggu kemarin Ruben tugas jadi soundman. Ucapkan selamat tinggal sama Penyegaran Janji Pernikahan. Kak Ully dan Mas Joko pun sudah tentu bernasib sama. Tak apalah, kami sudah cukup berbahagia lihat muka-muka sukacita penub cinta itu. Selamat merayakan cinta!

Buat yang jomblo, sabar yaa menantikan pasangan resmimu.
Buat Ruben, sepakat yaa kita buat penyegaran janji nikah yang niaaat banget tiap 15 tahun sekali. Hihihihi..
Tiba-tiba saya berkhayal...
15 tahun : Nuansa casual di pantai pasir putih
30 tahun : Nuansa etnik cantik tanpa sanggul
45 tahun : Nuansa Pride and Prejudice
Dan sisanya mengulang yaaa..

Foto Pasangan Terakhir yang tidak kalah romantis dari pasangan muda :D

Foto-foto lain seru lho. Klik di sini kalau penasaran dengan suasana Penyegaran Janji Pernikahan ala GKI Gejayan Bajem Adisucipto

Sunday, October 16, 2016

Keluarga Romantis Pangkat Empat

Sejak "memarkirkan" diri di Jemaat Adisucipto, saya dan Ruben banyak bertemu pasangan romantis. Hihihihi.. Ada satu keluarga yang romantisnya kebangetan. Lho kok kebangetan? Begini ceritanya..

Namanya Jusak Sunaryo. Saya memanggil beliau dengan sebutan Pak JS. Jagoan soal musik, sound, dan elektronik. Dua tahun lalu saya baru sadar tentang romantisme Pak Jusak yang kebangetan. Hahaha.. Bayangkan aja, kurang romantis apalagi coba ketika tiga generasi menikah di bulan yang bersamaan. Bulan oktober!

Generasi 1 : Papi & Mami dr Bu Lina.
Generasi 2 : Pak JS & Ibu Lina.
                    Adiknya Bu Lina & istri
Generasi 3 : Roy & Eunike. Eiya, Nike ini anak pertamanya Pak JS & Bu Lina.

Mantap kan kompaknya. Keluarga romantis pangkat empat.
Hari ini Minggu, 16 Oktober 2016. Mereka kembali merayakan ucap syukur borongan di salah satu rumah bersejarah Pak JS sekeluarga. Acaranya sederhana tapi nuansa kekeluargaan cukup terasa di ibadah syukur ini. Satenya banyaaakkk.. Lagi demam BBQ nih Bajem Adisucipto. Hahahaha.. Jatuh cinta deh sama kompor BBQ Kak Elina & Pak Aji.

Om Esaf Mangngiri menutup ibadah syukur dengan satu lagu kebangsaan Pak JS & Bu Lina. Elshadai. Lagu bagus dengan lirik yang kuat. Lagu penguatan mereka sejak dulu.
Terimakasih Pak JS & Bu Lina. Sehat-sehat selalu ya Nike sampai lahiran nanti. Kiranya tetap jadi keluarga romantis penuh cinta.

-Demangan, Condongcatur, Yogyakarta-
Ki - ka : Pak JS, Bu Lina, Nike, Maminya & Papinya Bu Lina

Wednesday, October 12, 2016

The Sound of Silence (Original Version from 1964)





Lirik yang nendang! Selalu suka sama versi aslinya. 




Hello darkness, my old friend
I've come to talk with you again
Because a vision softly creeping
Left its seeds while I was sleeping
And the vision that was planted in my brain
Still remains


Within the sound of silence..

In restless dreams I walked alone
Narrow streets of cobblestone
‘Neath the halo of a streetlamp
I turned my collar to the cold and damp
When my eyes were stabbed by the flash of a neon light
That split the night
And touched the sound of silence

And in the naked light I saw
Ten thousand people, maybe more
People talking without speaking
People hearing without listening
People writing songs that voices never share
No one dare
Disturb the sound of silence

“Fools” said I, “You do not know
Silence like a cancer grows
Hear my words that I might teach you
Take my arms that I might reach you”
But my words like silent raindrops fell
And echoed in the wells of silence

And the people bowed and prayed
To the neon god they made
And the sign flashed out its warning
In the words that it was forming
And the sign said “The words of the prophets
Are written on the subway walls
And tenement halls
And whispered in the sounds of silence”

-Simon & Garfunkel-

Monday, October 10, 2016

Sensasi Makanan Medan di Rumah Makan Kinantan

Selamat Datang di Kinantan! Rumah Makan khas Medan di Jl. Perumnas, Babarsari, Sleman, Yogyakarta.
Perempuan di foto ini saya panggil Kakak Kinantan. Bersama suaminya yang asli Pematang Siantar, mereka mengelola Kinantan. 


Kangen kuliner medan dengan harga terjangkau? Datanglah ke Kinantan. Rumah Makan yang menyajikan masakan khas Medan. Racikan bumbunya sangat kental. Layak sekali untuk dikunjungi dalam segala kondisi. Pesan dari pemiliknya, datanglah sebelum jam 12 supaya masih kebagian penganan alias kue.

Terimakasih kepada Samuel Yonatan Pratama yang mengenalkan tempat makan Kinantan kepada saya dan suami. Sam tahu benar kami penggila masakan medan. Kami berkunjung ke Kinantan pada suatu malam minggu yang dingin. Hahaha… Maklum udara Jogja sedang dingin-dinginnya dalam beberapa hari terakhir.

Tak di sangka, Kinantan terletak di area belakang Plaza Ambarukmo. Tepatnya di Jl. Perumnas, Sleman, Yogyakarta. Ada dua jalan masuk menuju Kinantan. Pertama melalui gang masuk tepat sebelum Plaza Ambarukmo. Kedua, melalui selokan mataram. Saya sendiri tidak menyangka ada tempat kuliner autentik Indonesia di kawasan “ajeb-ajeb” Babarsari. Sekilas Kinantan terlihat sepi pengunjung dibandingkan kanan kirinya. Maklum, tidak ada lampu lighting berkilauan, tidak ada suara musik yang menggelegar, tidak ada ada hingar bingar suara khas tempat kongkow.

Kinantan hanya tempat makan bernuansa anyaman bambu dengan lampu temaram. Ada dua lantai yang memungkinkan dikungjungi tamu dalam jumlah banyak. Datang, langsung pesan, lalu duduk manis. Menu makanan yang langsung menarik perhatian saya adalah Sop Medan, Soto Medan, dan Lontong Sayur. Padahal di sana ada menu-menu lain seperti Sayur Daun Ubi Tumbuk, Ikan Teri Medan, Nasi Gurih, dan lainnya. Tak lupa ada menu cemilan khas medan seperi lappet dan kue lopis. Saya lupa menu lainnya karena terfokus pada dua menu ini saja. Sementara untuk minumannya tersedia kopi, teh, dan jeruk.

Saya lupa memfoto makanan pesanan saya.
Akhirnya saya mengambil foto dari blog makanan yang sempat memesan makanan yang sama :
Lontong Sayur Komplit seharga Rp 25.000.
 Isinya : lontong sayur, telur, sambal ikan teri plus kacang tanah, dan ayam rendang.
Sumber Foto : http://www.hungerranger.com/ 


Lalu dimanakah menu oink-oink? Hahaha.. Di spanduk yang ada di depat rumah makan tertera tulisan 100% halal. Jadi jangan harap ada menu babi ya. Cukup manjakan lidah dengan ikan teri, ayam rendang, sapi, dan telur. Rasanya tetap maknyus! Santannya dan bumbu rempah-rempahnya kuat sekali. Benar-benar kuliner khas melayu. Namun jika tidak terbiasa dengan gaya kuliner seperti ini, masakan di Kinantan terlalu menohok di perut dan tergolong berminyak.

Kisaran harga di Kinantan masih tergolong murah. Berkisar Rp10.000 hingga Rp25.000 untuk makanan berat dan Rp5.000 hingga Rp10.000 untuk cemilan. Harga yang menurut saya murah mengingat porsinya besar. 

Jadi, sudah mulai kangen (kuliner) Medan? Datanglah ke Kinantan. Sempatkan juga untuk berbincang dengan pemiliknya untuk semakin merasakan nuansa Sumatera Utara. Sensasi tersendiri bagi kita yang tinggal di tanah Mataram. Selamat mencoba!