Hehehe... Judul yang provokatif. Tapi setidaknya "perbedaan" itu membunuh konsentrasi dan ketenangan jiwa saya selama Juli yang baru berlalu itu. Entah kenapa bulan itu jadi bulan yang berat...
Sampai akhirnya saya membaca note singkat seorang senior, Rieska Wulandari. Sinca the first time I met her at ospek kampusnya Jurnalistik tahun 2003, I really really really admire that lady. She is great!
She wrote this at her wedding vow ceremony photo album :
"This is the wedding that God has put Him self as the main organizer. In the beginning we think that married in Italy just impossible, but God helped us so we able to finish all the documents process on time, we managed to make all the family from Indonesia, England and France meet in the same time, and we could found an Italian priest who speaking english, a little church just behind our home for our wedding,... So, by the time of His Grace all the impossible things become possible. Maybe He likes the idea about marrying us. Thank God!"
Langsung deh saya memarahi diri sendiri. Saya, yang dengan penuh kesadaran mencari perbedaan, rasanya mulai jengah dengan semuanya. Saya mulai memaki banyak hal. Mulai dari kebiasaan keluarga, tradisi, tanggung jawab saya saat ini, masa lalu, dan kesendirian ini. Cape dan kemudian muncul rasa muak ketika mendengar pertanyaan atau hanya sharing tentang pernikahan. Hehehe... Ery Kurnia Putri pasti mengerti maksudku ;p.
Kesendirian dan jarak yang jauh. Awalnya saya menuding dua hal tersebut sebagai biang kerok. Rasanya lelah berdoa, berusaha, dan berharap tanpa ada dia di sampingku. Tetapi ternyata jarak pun tidak bisa menutup kegelisahan saya. Banyak waktu terbuang karena "have fun" berada di atas segalanya. Padahal saya ingin sekali mengenggam tangannya dan berkata "aku takut". Berharap ada pelukan, atau kalau bisa ciuman hangat di keningku, yang selalu jadi kekuatan bagiku memperjuangkan segala.
Amarah.. Justru itu yang sering muncul. Bukannya gengaman tangan sambil kedua kepala tertunduk, mata terpejam, harapan yang kami panjatkan kepada Dia pada setiap Senin. Amarah karena aku bingung harus bergerak kemana. Sampai saat ini semua gerakan yang terjadi kebanyakan seperti permainan penghilang kepenatan bekerja.
Sampai akhirnya aku benar-benar sendiri di liburan awal puasa ini. Empat hari menyepi di kost membuatku banyak merenung dan membaca. Salah satunya Majalah Femina edisi pernikahan dari Elizabeth Bernadine Knehans. Perbedaan itu indah! Semoga Tuhan memberkati kami, sekarang dan selamanya. Amin :) Love You
Sampai akhirnya saya membaca note singkat seorang senior, Rieska Wulandari. Sinca the first time I met her at ospek kampusnya Jurnalistik tahun 2003, I really really really admire that lady. She is great!
She wrote this at her wedding vow ceremony photo album :
"This is the wedding that God has put Him self as the main organizer. In the beginning we think that married in Italy just impossible, but God helped us so we able to finish all the documents process on time, we managed to make all the family from Indonesia, England and France meet in the same time, and we could found an Italian priest who speaking english, a little church just behind our home for our wedding,... So, by the time of His Grace all the impossible things become possible. Maybe He likes the idea about marrying us. Thank God!"
Langsung deh saya memarahi diri sendiri. Saya, yang dengan penuh kesadaran mencari perbedaan, rasanya mulai jengah dengan semuanya. Saya mulai memaki banyak hal. Mulai dari kebiasaan keluarga, tradisi, tanggung jawab saya saat ini, masa lalu, dan kesendirian ini. Cape dan kemudian muncul rasa muak ketika mendengar pertanyaan atau hanya sharing tentang pernikahan. Hehehe... Ery Kurnia Putri pasti mengerti maksudku ;p.
Kesendirian dan jarak yang jauh. Awalnya saya menuding dua hal tersebut sebagai biang kerok. Rasanya lelah berdoa, berusaha, dan berharap tanpa ada dia di sampingku. Tetapi ternyata jarak pun tidak bisa menutup kegelisahan saya. Banyak waktu terbuang karena "have fun" berada di atas segalanya. Padahal saya ingin sekali mengenggam tangannya dan berkata "aku takut". Berharap ada pelukan, atau kalau bisa ciuman hangat di keningku, yang selalu jadi kekuatan bagiku memperjuangkan segala.
Amarah.. Justru itu yang sering muncul. Bukannya gengaman tangan sambil kedua kepala tertunduk, mata terpejam, harapan yang kami panjatkan kepada Dia pada setiap Senin. Amarah karena aku bingung harus bergerak kemana. Sampai saat ini semua gerakan yang terjadi kebanyakan seperti permainan penghilang kepenatan bekerja.
Sampai akhirnya aku benar-benar sendiri di liburan awal puasa ini. Empat hari menyepi di kost membuatku banyak merenung dan membaca. Salah satunya Majalah Femina edisi pernikahan dari Elizabeth Bernadine Knehans. Perbedaan itu indah! Semoga Tuhan memberkati kami, sekarang dan selamanya. Amin :) Love You
Indahnya Berbeda di Pelaminan
Cinta memang tidak mengenal batas geografi dan ras. Ketika hati berbicara, perbedaab suku, filosofi, dan cara hidup, semuanya hanyalah persoalan kompromi. Justru di tengah kemajemukan itu, mereka bisa mengawinkan budaya, tanpa harus kehilangan identitasnya. Cinta mengalahkan segalanya, itu benar!
(Femina Juni 2011)
Cinta memang tidak mengenal batas geografi dan ras. Ketika hati berbicara, perbedaab suku, filosofi, dan cara hidup, semuanya hanyalah persoalan kompromi. Justru di tengah kemajemukan itu, mereka bisa mengawinkan budaya, tanpa harus kehilangan identitasnya. Cinta mengalahkan segalanya, itu benar!
(Femina Juni 2011)
No comments:
Post a Comment