Appendix.. Yes, appendix! Gara-gara appendix gw mendapatkan momen luar biasa di sepanjang Juni kemarin. Saat dimana sebenernya gw dan Ruben berencana merayakan hari jadi pernikahan kami yang kedua di suatu tempat romantis seperti Kaliurang yang sejyukk atau di Pantai Kukup kesukaan kami di kawasan Gunungkidul sana. Saat dimana gw dan Ruben justru malah merayakan kedahsyatan pertolongan Tuhan di Bethesda, Yogyakarta.
Sebelum mulai cerita, gw mau jelasin pelajaran IPA jaman SD dulu. Apendix itu usus buntu yang letaknya di perut bawah sebelah kanan. Mitos yang tertangkap di pikiran gw, appendix itu merupakan suatu organ pencernaan yang tidak ada fungsinya tapi berakibat fatal kalau tidak dipelihara dengan baik. Appendix berbentuk kantong kecil seperti umbai cacing.
Sekalipun kecil, appendix tidak boleh terisi dengan benda sekecil apapun. Fatal akibatnya kalau sampai tersumbat. Solusinya hanya satu. Dipotong! Terlambat beberapa saat, appendix bisa meradang lalu bernanah dan akhrinya pecah. Serpihannya usus buntu dan benda-benda yang melekat di dalam usus buntu akan mengotori organ lain di sekitarnya. Sebut saja empedu, ginjal, saluran kencing, dan yang ditakuti wanita adalah kerusakan pada sel telur sebelah kanan.
Wuihh! Ngeri juga kan ya. Nah itulah pelajaran yang gw terima ketika gw divonis usus buntu pas pertengahan Juni kemarin. Gw kaget, lemes, lesu, tak bergairah, dan sebagainya ketika mendengar vonis yang sama dari tiga dokter di tempat yang berbeda. Jauh sebelum mendapat kepastian ini, kesehatan gw memang menurun luar biasa drastis. Ga ada makanan yang bisa masuk sejak awal Juni lalu. Bawaannya mual dan muntah. Demam naik turun serta mudah merasa letih ketika beraktifitas di luar rumah. Beberapa orang sempat berharap gw "isi" tapi ternyata bukan. Hehehe..
Tapi Puji Tuhan karena akhirnya semua bisa teratasi dengan sempurna. Aku menjalani operasi usus buntu pada Selasa (17/6) sore. Waktunya hampir bersamaan dengan Alemyta Ginting, rekan sekerjaku di Kelas Pra Remaja Pos Jemaat Adisucipto. Kak Myta juga harus menjalani operasi cabut dua gigi bungsu. Kedua gigi itu jadi biang kerok penyebab migrainnya yang semakin menggila dari hari ke hari.
Sekali lagi, penyertaan sempurna! Gimana enggak coba. Tuhan Yesusku tersayang menolong gw melalui semua orang di sekitar gw. Rasanya gw seperti ada di rumah Cimanggis. Dukungan datang tanpa henti sampai dengan hari ini, Sabti 5 juli 2014. Banyak sekali orang yang menggantikan peran sebagai mama, bapak, adik-adik, dan sodara-sodara selama gw dirawat lima hari di RS Bethesda Yogyakarta.
Terharu banget ketika terutama ketika para majelis dan jemaat di GKI Gejayan Pos Jemaat Adisucipto bergotong-royong membantu agar biaya pengobatan yang harus kami tanggung tidak terlalu besar. Maklum, kami belum sempat mengurus asuransi kesehatan, BPJS, atau apapun itu. Semakin terharu karena mereka terus berdatangan ke Bethesda. Mereka yang tidak sempat datang juga mendoakanku dan terus bertanya kabarku melalui telepon, pesan singkat, serta dunia maya. Bahkan rekan kerja Ruben di Lendis juga datang. Rasanya, aku tidak berada di perantauan tapi berada di rumah! Ah Tuhan, mereka luar biasa sekali. Terimakasih atas mereka semua. Berkati mereka lebih dan lebih lagi dari apa yang telah mereka miliki saat ini.
Semuanya semakin terasa indah karena tiba-tiba mama dan bapak mampir ke Jogja. Mereka ternyata harus kondangan ke Surabaya dan memutuskan mampir di Jogja setelah acara selesai. Senaaangg karena mereka akhrinya ke Jogja. Senaaaaangg karena mereka mendukung gw. Mereka mau gw ajak ikut Retreat Pra Remaja di Kaliurang kemarin. Hahaahaha...
Last but not least. Thank you soooooo much for my only one Ruben Frederik Knehans Hutahaean. The imperfect husband who completes my life in HIS perfect ways. Thank you for staying with me in every fantastic days and nights. Thank you for taking my roles in my absences. Thank you for praying me continuously. You complete me. Love you in our past, present, and future.
No comments:
Post a Comment