“Berlebihan ah!” rata-rata itu komentar dari temen-temen di kos ketika tau gw mutusin pulang ke bandung Sabtu (30/10). Hahaha emang sih gw juga ngerasa lebay bener. Tapi mana yang lebih dodol coba, tetep bertahan di Jogja dengan resiko kena ISPA yang akan menambah panjang riwayat sakit pernafasan gw, ato pulang ke Bandung mumpung masih ada jaminan dari sponsor tersayang. Khekhekhe…
Sabtu kemarin erupsi Merapi memang mulai memuncak. Dibanding ketika Rabu (27/10), letusan kali ini mulai menggila. Lahar udah mulai sedikit demi sedikit menyusup keluar. Pukul 1.00 WIB, arah letusan menuju ke Magelang yang letaknya di sebelah Barat Merapi. Entah apa penjelasan ilmiahnya, ga lama kemudian terjadilah hujan abu dari material vulkaniknya gunung api yang lagi galak itu. Hujannya ga berhenti sampe sekitar pukul 8.00 WIB.
Yups hujan abu! Lokasi yang kena semakin melebar. Kalau beberapa hari sebelumnya hanya terjadi di daerah Cangkringan, Mutilan, dan sekitarnya, kali ini abu vulkanik menutupi hampir seluruh kawasan Kota Yogyakarta. Kaget juga gw pas pagi-pagi ngeliat keluar. Beuhhh dah kaya hujan salju tapi yang ini warnanya putih butek dan mengeluarkan bau khas Balthazar alias belerang. Hahaha… Niatnya sih gw sama Mbak Anik mo nyari masker. Eh ga taunya apotik terdekat udah nempelin kertas pengumuman : ”Maaf masker habis!” Ckckckck…
Sepanjang jalan gw ngeliat jalanan berubah warna. Mobil, motor, sepeda, becak, ampe tempat duduk yang nangkring di luar rumah sukses ditempeli abu pekat. Suasanya makin parah ketika pertengahan hari. Daerah bawah gunung belum juga disirami air hujan sehingga abu bertebaran di semua penghujung Jogja. Jarak pandang terbatas. Ketika orang-orang sibuk melindungi hidung dengan masker, abu juga membuat mata jadi mudah kelilipan. Abunya sampe Bantul juga lho. Mantaps kannn….
Ketika sore hari, gw beli tiket ke Stasiun Tugu. Suasana stasiun tidak bisa dibilang padat tetapi tiket kereta yang tersisa terbatas. Beberapa orang memaksa ingin pergi dari Jogja hari itu juga. Ga peduli berapa biayanya. Tidak jarang ada orang-orang asing yang langsung membawa barang-barang bawaannya yang segambreng-gambreng itu. Kayanya mereka lebih kebelet pengen ke kota lain.
Jalur kereta memang tergolong aman dan minim terkena serangan Merapi. Berbeda 180 derajar sama transportasi udara. Bandara Adisutjipto buka-tutup dari sejak pagi hari. Alhasil banyak penerbangan yang kacau. Garuda malahan mengalihkan penerbangan yang harusnya landing di Jogja jadi ke Adi Sumarmo di Oslo eh Solo. [Ngomong-ngomong soal Solo, Hamka & Bona pindahan di saat yang ga tepat banget soalnya rumah mereka di Taman Siswa penuh banget sama debu. Ngomong-ngomong lagi, bapaknya Alfin gimana ya. Adi Sekeluarga. Cewe cacat mental yang suka mondar-mandir di Sagan. Jovan & Mbak Elis sampe kapan ya di Bantul. Panjang juga ngomong-ngomongnya. Hihihi…
Satu hal yang pasti, Suruno PVMBG berkata bahwa dapur magmanya Merapi masih penuh. Di dalam sana masih ada sekian banyak cairan panas yang suhunya mencapai lebih dari 500 derajat. Gambar awan panas alias wedhus gembel yang suhu minimalnya 200 derajat itu masih akan menghiasi halaman utama media massa cetak ataupun elektronik. God bless us…
Daaaannnnn…..
Gw absen sekolah minggu lagi.
Absen sekolah orientasi mengajar lagi. Wuahahahaha…. Ckckckck dasar evi tidak professional! Ahhh jangan ngomongin soal professional dulu. Masih bête gara-gara anak TK. Hihihihi..
Bandung.. I’m home…!
^_________^
-Turangga 4:30 WIB-
PS: hehehe baru gw posting ke blog beberapa hari kemudian ketika pengungsian ini justru membuat gw merasa ga enah.. ^^
No comments:
Post a Comment