Showing posts with label writing. Show all posts
Showing posts with label writing. Show all posts

Friday, May 2, 2014

Selamat Datang Warta Pos Adisucipto!

Epoy kembali beraksi di dunia media massa. Namun kali ini kiprah gw mengarah ke media internal di lingkungan gereja gw, GKI Gejayan Pos Adisucipto. Media internal ini akhirnya resmi terbit pada minggu kelima di bulan Maret 2014. Keberadaan Warta Pos Adisucipto menjadi babak baru kehidupan yang seru, menantang, dan penuh rasa deg-degan.

Ini semua bisa dibilang gara-gara dua pria bernama Benyamin Prasetya dan Hadyan Tanwikara. Ceritanya begini, Pak Benpras (sebutan kesayangan Pos Adisucipto untuk Benyamin Prasetya) memiliki misi untuk membentuk tim warta yang akan menangani penerbitan media di GKI Gejayan. Hadyan Tanwikara, pendeta pendamping Pos Adisucipto yang sering dipanggil Pak Hadyan, punya usul yang lebih berani. Ciptakan media sendiri di Pos Adisucipto. Toh, Pos Adisucipto sudah saatnya untuk belajar mandiri. Hitunglah ini menjadi salah satu langkah persiapan kenaikan status Pos Adisucipto menjadi GKI Adisucipto. 

Wacana tentang tim warta ternyata sudah lama mengemuka di lingkungan majelis jemaat Pos Adisucipto. Pak Benpras langsung bersemangat ketika berkenalan dengan gw yang punya latar belakang dunia jurnalistik. Dia seakan menjadi promotor gw di rapat pleno Pos Adisucipto. Ditambah promosi dari Pak Hadyan, forum di rapat pleno menyetujui penerbitan Warta Jemaat Pos Adisucipto. Gw, Ruben, dan Pak Hadyan menjadi tim awal di redaksi Warta Pos. 

Sukses? Ya Puji Tuhan akhirnya Warta Pos terbit perdana pada 30 Maret 2014. Tapi PR gw masih banyak banget. Pak Hadyan yang kaya ide dan Ruben yang mengerti seni layout ala epoy bener-bener punya kesibukan seabrek-abrek. Gw sukses stres pada proses penerbitan Warta Pos volume I, II, dan memuncak pada volume III. Gileee... gw menyerah karena harus mengumpulkan bahan liputan, melakukan proses editing, menata letak, dan memperbanyak warta sendirian. Gemporrr! Orang kantor Pos Adisucipto kurang bisa menjadi rekan kerja karena dia masih beradaptasi dengan dunia administrasi yang benar-benar baru bagi dia. Ditambah lagi, printer di Pos lebih sering out of order seperti telepon koin yang dulu ada di komplek rumah Deppen. Xixixixi...

Nyerah? Hohoho.. Tentu tidak! Gw kan punya motto baru. Writing is my soul, creative is my middle nama, and kiddos are the oasis of mine. Bukan Epoy namanya kalau segampang itu menyerah. Apalagi ini berkreasi di dunia yang jadi panggilan jiwa gw. PR gw masih banyak memang. Belajar Corel, mencari tim warta atau seenggaknya kontributor di tiap divisi, latihan mengedit dengan singkat dan menarik, menjalin relasi, dan mencari format baru yang bener-bener sreg di hati gw. Gw menargetkan diri untuk meminimalkan kesalahan sampai ke 0% dan meluncurkan website Pos Adisucipto supaya warta bisa diakses secara online. Semangat Epoy! Semoga Warta Pos bisa menjadi saluran berkat dan bukan justru memandegan berkat. 

  


Tuesday, April 16, 2013

Jiwa yang Menulis, Menulis yang Jiwa


Rosi Simamora on Facebook
7 Hour ago

Novi berumur 16. Cantik, penuh semangat, penuh mimpi. Namun suatu hari, kakinya terantuk ujung meja. Duh, sakitnya luar biasa! Bukan itu saja, sejak itu Novi sama sekali tidak bisa menggunakan kakinya. Orangtua Novi hanya pemulung, namun itu pun tidak menghalangi mereka untuk berusaha keras membawa Novi ke rumah sakit. Novi diperiksa, lalu divonis kanker, dan kakinya harus diamputasi.

Sungguh, Novi tidak pernah bermimpi akan mengalami semua ini. Namun dia tidak diberi pilihan lain. Ayah Novi tidak kuat menerima kenyataan, satu minggu setelah Novi dioperasi sang ayah pun menutup mata untuk selamanya.

Novi sangat terpukul. Dia memilih diam. Dan menutup diri. Hidup rasanya tidak berarti lagi. Di tahap inilah gw ketemu dia di bulan Januari 2013.

Sekarang udah April. Tadi ketemu relawan yang nanganin Novi, namanya Ibu Tini. Dia bercerita tentang Novi, yang sekarang sudah rawat jalan, dan suka menulis. Lewat terapi menulis itulah dia menyembuhkan jiwanya,...

***




Rosi Simamora namanya. Tulisan di atas adalah penggalan kisahnya di Facebook. Bagi bapakku, Rosi kecil merupakan salah satu keponakan kebanggaannya. Dahulu sewaktu masih lajang bapakku kecanduan merogoh kantong untuk membelikan berbagai majalah dan buku cerita anak-anak untuk Rosi kecil. Itu cerita bapak yang terekam kuat di kepalaku. Rosi kecil jatuh cinta dengan buku. Dia pun tumbuh dan besar bersama dengan buku.  

Rosi benar-benar tumbuh besar dalam rupa seorang perempuan mungil. Semakin lama, Rosi besar semakin kerasukan dengan buku, buku, dan buku. Celakanya jiwa yang kerasukan buku tersebut tidak mampu bertahan dalam tubuh Rosi besar. Jiwanya mudah haus. Jiwanya selalu gatal ingin merasuki jiwa-jiwa lain. Tanpa dia sadar, jiwanya juga merasuki jiwa kecil saya. Gara-gara dia, saya jatuh cinta dengan tulisan. Dia masih sering berkata menulis bisa menyembuhkan jiwa dan hati yang rusak. Ah, kakak! Candumu masih belum habis-habis juga.

Tiba-tiba saya teringat Albertine Endah, si spesialis biografi. Saya jatuh cinta sama ucapannya di sebuah stasiun televisi swasta. Kalau tidak salah sih sebuah talkshow tentang perempuan di Metro TV. Katanya, dia ingin tetap menjadi penulis tanpa ada embel-embel media di belakang namanya. Dia senang menjadi penulis lepas. Lepas dari birokrasi media yang memang sering menjengkelkan itu. Lepas dan bebas. 

Oke.. Oke.. Baiklah! Terimakasih Rosi Simamora dan Albertine Endah. Terimakasih sudah mengingatkan tentang kebebasan jiwa. Menulislah tentang apa pun supaya jiwamu tetap hidup. Jangan biarkan apapun di dunia ini mengekangmu untuk menulis. Rangkaian kata-kata dapat menutunmu menyusun rancangan cita, cinta, dan surga abadi. Bebaskan jiwamu dengan alunan aksara. Menulislah supaya jiwamu tidak mati!

Gambar oleh Girlfriend Book Club


"I write to understand my soul!"
--Paulo Coelho 


Epoy,
Berbah 16 April 2013