Tuesday, April 16, 2013

Jiwa yang Menulis, Menulis yang Jiwa


Rosi Simamora on Facebook
7 Hour ago

Novi berumur 16. Cantik, penuh semangat, penuh mimpi. Namun suatu hari, kakinya terantuk ujung meja. Duh, sakitnya luar biasa! Bukan itu saja, sejak itu Novi sama sekali tidak bisa menggunakan kakinya. Orangtua Novi hanya pemulung, namun itu pun tidak menghalangi mereka untuk berusaha keras membawa Novi ke rumah sakit. Novi diperiksa, lalu divonis kanker, dan kakinya harus diamputasi.

Sungguh, Novi tidak pernah bermimpi akan mengalami semua ini. Namun dia tidak diberi pilihan lain. Ayah Novi tidak kuat menerima kenyataan, satu minggu setelah Novi dioperasi sang ayah pun menutup mata untuk selamanya.

Novi sangat terpukul. Dia memilih diam. Dan menutup diri. Hidup rasanya tidak berarti lagi. Di tahap inilah gw ketemu dia di bulan Januari 2013.

Sekarang udah April. Tadi ketemu relawan yang nanganin Novi, namanya Ibu Tini. Dia bercerita tentang Novi, yang sekarang sudah rawat jalan, dan suka menulis. Lewat terapi menulis itulah dia menyembuhkan jiwanya,...

***




Rosi Simamora namanya. Tulisan di atas adalah penggalan kisahnya di Facebook. Bagi bapakku, Rosi kecil merupakan salah satu keponakan kebanggaannya. Dahulu sewaktu masih lajang bapakku kecanduan merogoh kantong untuk membelikan berbagai majalah dan buku cerita anak-anak untuk Rosi kecil. Itu cerita bapak yang terekam kuat di kepalaku. Rosi kecil jatuh cinta dengan buku. Dia pun tumbuh dan besar bersama dengan buku.  

Rosi benar-benar tumbuh besar dalam rupa seorang perempuan mungil. Semakin lama, Rosi besar semakin kerasukan dengan buku, buku, dan buku. Celakanya jiwa yang kerasukan buku tersebut tidak mampu bertahan dalam tubuh Rosi besar. Jiwanya mudah haus. Jiwanya selalu gatal ingin merasuki jiwa-jiwa lain. Tanpa dia sadar, jiwanya juga merasuki jiwa kecil saya. Gara-gara dia, saya jatuh cinta dengan tulisan. Dia masih sering berkata menulis bisa menyembuhkan jiwa dan hati yang rusak. Ah, kakak! Candumu masih belum habis-habis juga.

Tiba-tiba saya teringat Albertine Endah, si spesialis biografi. Saya jatuh cinta sama ucapannya di sebuah stasiun televisi swasta. Kalau tidak salah sih sebuah talkshow tentang perempuan di Metro TV. Katanya, dia ingin tetap menjadi penulis tanpa ada embel-embel media di belakang namanya. Dia senang menjadi penulis lepas. Lepas dari birokrasi media yang memang sering menjengkelkan itu. Lepas dan bebas. 

Oke.. Oke.. Baiklah! Terimakasih Rosi Simamora dan Albertine Endah. Terimakasih sudah mengingatkan tentang kebebasan jiwa. Menulislah tentang apa pun supaya jiwamu tetap hidup. Jangan biarkan apapun di dunia ini mengekangmu untuk menulis. Rangkaian kata-kata dapat menutunmu menyusun rancangan cita, cinta, dan surga abadi. Bebaskan jiwamu dengan alunan aksara. Menulislah supaya jiwamu tidak mati!

Gambar oleh Girlfriend Book Club


"I write to understand my soul!"
--Paulo Coelho 


Epoy,
Berbah 16 April 2013




No comments:

Post a Comment