Friday, May 24, 2013

Rectoverso ala Epoy

Rectoverso. Akhirnya nonton juga! Tahun 2008, gw jatuh cinta banget sama buku bersuara ala Dewi Lestari yang dikasih judul Rectoverso. Kesepuluh lagunya, kesepuluh cerita pendeknya, aih.. cinta banget! Kemarin gw akhirnya berhasil menikmati Rectoverso, filmya, yang dipercantik oleh lima perempuan  tidak biasa bernama Marcela Zalianty, Rachel Maryam, Olga Lydia, Happy Salma, dan Cathy Sharon.

Lima tahun setelah pembuatan, gw masih jatuh cinta sama Rectoverso. Malaikat Juga Tahu, Aku Ada, dan Peluk. Itu tiga lagu dan cerita yang jadi kesukaan gw dari Rectoverso. Hmm.. satu lagi sih. Itu tuh Lukman Sardi. Damn, he's so charming! ^__^  Dulu, gw dan Gregorius Magnus Finesso, sahabat gw, ga akan beranjak dari kost masing-masing sebelum nonton video klip Malaikat Juga Tahu. Walau singkat, video musik itu sukses mengubek-ubek emosi jiwa.   

Tahun 2013, Rectoverso menjelma menjadi film omnibus. Ada lima cerita, dari total sepuluh cerita ,di dalam Film Rectoverso. Jalur kelima cerita tetap sama. Banyak nama-nama handal yang menjadi tokoh di depan dan juga di balik layar. Pemeran cameonya pun tidak bisa dipandang sebelah mata. Berbagai selebritas hingap sesekali di sana dan di sini. Seharusnya film ini keren. Gw yakin film ini bakal sukses mengubek-ubek emosi. Sinematografi film ini sih juga mantep. Indah! Tapi ternyata ubekannya nanggung. Seperti biasa, Rectoverso lebih mampu mengekspresikan segenap jiwa yang berada dalam sebuah buku dan lantunan lagu. 



Film diawali dengan adegan Lukman Sardi yang memainkan biola lalu memeriksa piramida sabunnya. Gw langsung ngeh pasti ini Malaikat Juga Tahu. Lukman Sardi, si Abang, merupakan penderita keterbelakangan mental. Abang tinggal bersama Bunda yang membuka kost bagi pekerja muda di Jakarta. Keterbatasan tidak membuat Abang terlihat menderita. Abang mampu membantu pekerjaan rumah tangga di sela-sela rutinitasnya yang tidak biasa. Kehadiran Lea, salah satu penghuni kost Bunda yang diperankan oleh Prisia Nasution, memberikan arti luar biasa bagi Abang. Lea sangat sabar dan begitu memahami jiwa Abang. Abang pun jatuh cinta. Namun cintanya yang begitu besar terhadap Lea terbentur kehadiran Hans, adiknya Abang yang sempurna dan manis. Hans mencintai Lea dengan segala keindahan dalam diri Lea. Sedangkan Abang, dia mencintai Lea dengan sepenuh hati dan jiwa. Pertemuan akting Lukman Sardi, yang walau menurut gw agak sedikit kurang greget menjiwai karakter penderita keterbelakangan mental, dan Prisia Nasution bisa jadi kunci utama pencapaian klimaks cerita. Adegan ketika Lea membaca secarik kertas berisi tulisan Abang menjadi titik poin yang sukses membuat gw tercabik-cabik. Aihh....

"Seratus sempurna
 Kamu satu tapi lebih dari sempurna"


Cerita kedua, yang muncul dengan alur berlompatan, berjudul Firasat. Dalam cerita ini, Asmirandah, Dwi Sasono, dan Widyawati beradu argumentasi tentang firasat. Mereka berdua memang anggota klub firasat yang bahu-membahu menghadapi firasat dalam kehidupan. Menurut Panca, firasat merupakan cara alam untuk berkomunikasi dengan manusia. Sayangnya banyak manusia yang mengacuhkan percakapan dengan alam padahal sebenarnya manusia itu terlahir dari alam. Senja sebenarnya jengah dengan firasatnya. Dia benci dengan naluri untuk bisa mendeteksi hal buruk yang akan terjadi kepada orang lain di sekitarnya. Dia benci karena tidak bisa melakukan hal apapun untuk membatalkan peristiwa buruk. Kebencian yang berlebihan sehingga Senja tidak bisa bersiap-siap ketika firasat buruk itu ternyata ditujukan kepada dirinya. Filosofis yang dalam bahasa dan cerita yang sederhana penuh arti.

"Apapun yang akan terjadi memang harus terjadi. 
Terkadang, menerimanya merupakan satu-satunya cara untuk memahaminya. 
Semua pasti akan baik-baik saja.."

Cerita ketiga bercerita tentang persahabatan antara Acha Septriasa sebagai Amanda dan Indra Birowo sebagai Reggie. Curhat untuk Sahabat. Amanda dan Reggie menjalani persahabatan yang lama. Reggie selalu setia menjadi sahabat Amanda dengan segala kisah cintanya. Sampai akhirnya Amanda sadar bahwa seorang sahabat dengan segelas air di tangannya terasa jauh lebih berharga dari puluhan kekasih yang berprestasi. Entah telinga gw yang agak tersumbat, menurut gw Acha kurang greget menyanyikan lagu Curhat untuk Sahabat. 

Pada cerita keempat, Sophia Latjuba sukses berat membawakan peran Saras dalam Cicak di Dinding. Seksi, sederhana, dan elegan. One night stand antara Saras dan Taja berujung kegalauan jiwa. Cicak menjadi ornamen yang eksotik namun tidak sensual. Padahal di sana ada Tio Pakusadewo, the sexy man. 

"Cicak itu binatang yang penuh kesetiaan. 
Terus setia menempel di dinding walau dia sering diacuhkan manusia.
Padahal cicak terus ada di sana untuk menjaga manusia dari nyamuk"

Terakhir, ada Hanya Isyarat. Cerita tentang kelompok backpacker yang rutin berpetualang ke berbagai tempat. Mereka kerap menghabiskan waktu bersama. Sampai akhirnya, Al jatuh cinta kepada Raga yang hanya bisa dia pandangi bagian punggungnya saja. Namun ternyata Raga memiliki suatu rahasia besar sehingga Al tidak akan bisa mendapatkan cinta Raga. Namun Al sudah puas. Setidaknya, dia pernah merasakan pancaran mata coklat muda Raga walau hanya sebentar. Itu sudah lebih dari cukup. Hidup punggung!

Oiya, pengisi lagu di film Rectoverso juga bagus lho! Ada lima lagu ciptaan Dewi Lestari yang menjadi soundtrack setiap ceritanya. Nuansa jazz dan akustik membuat setiap kata dalam lagu terasa lebih menohok hati. Terimakasih ya Glenn Fredly, Drew, Raisa, dan Dira Sugandhi untuk versi baru lagu Rectoverso. Keren.. Keren... Sadis!


***


No comments:

Post a Comment