Monday, March 31, 2008

Ketika Perempuan Berbicara Tentang Cinta, Rumah, Politik dan Kekuasaan

Jumat (28/3) gw gantiin si radi liputan Teater Monologdi Taman Budaya. Ga nyesel
soalnya teaternya bagus banget. Walo hati rasanya rada2 kecut(hmm..emangnya
keteknya Andi, kecut... hehe) . Inspiring bgt deh semua ceritnya. Menyentuh di
bagiannya Maryam Supraba, Membara pas sesi Ninik L Karim, dan Meneguhkan setelah
melihat semangat Rieke Diah Pitaloka.

Ga peduli gw dan tiwi ternyata
narik kesimpulan yang berberda. Sutralah, ya jelas tuh monolog oke punya. Kaget
jg waktu denger polsek coblong ngegrebek teater karena (katanya) ga punya izin
keramaian. Hmm..alesan yg dibuat2 dan ngingetin gw ama tragedi Neil Cs di
Cempaka Arum. Gw pikir kang gin2 boongan pas ngasih tau kabar itu. Soalnya itu
emang salah satu adegannya Rieke.

*Pentas Teater Monolog Perempuan Menuntut Malam

Ketika Perempuan Berbicara Tentang Cinta, Rumah, Politik dan Kekuasaan

BANDUNG (SINDO) – Tiga perempuan mempersembahkan kisah perempuan Indonesia masa kini dalam sebuah monolog bertajuk Perempuan Menuntut Malam di Gedung Tertutup Taman Budaya Kota Bandung, 28-29 Maret 2008. Penampilan prima dari Maryam Supraba, Ninik L Karim, dan Rieke Diah Pitaloka sukses memukau para penikmat seni yang hadir.


Pentas monolog yang merupakan produksi Institut Ungu dan Yayasan Pitaloka ini berlangsung untuk memperingati Hari Perempuan Sedua 2008. Karya rembukan Rikek, Faiza, dan Taty Krisnawaty ini mendapat dukungan penuh dari Kedutaan Finlandia di Jakarta, Hivos dan Mainteater Bandung.


Monolog bercerita tentang kegelisahan perempuan Indonesia yang terbagi dalam beberapa bagian. Hari pertama pertunjukkan diisi penampilan Maryam, Ninik, dan Rieke. Ninik L Karim kembali mengisi acara pada hari terakhir.


Pentas pada Jumat (28/3) malam mendapat antusiasme yang tinggi. Sekitar 500 penonton terlihat sudah menanti di luar gedung sebelum acara dimulai. Pertunjukkan yang dimulai sekitar pukul 20.20 WIB hanya menyisakan tidak lebih dari 20 kursi kosong.


Maryam tampil sebagai pertunjukkan pertama dengan membawakan naskah berjudul Tarian Sang Empu. Anak bungsu Sang Burung Merak WS Rendra membawakan monolog tentang perempuan yang kawin di bawah tangan. Dengan mengenakan gaun putih panjang yang melingkar, Maryam bercerita tentang kesedihan dan perjuangan perempuan tersebut dalam bentuk kata-kata, nyanyian bernada syahdu, dan gerakan.


“Saya berhak mendapat hidup yang layak. Tidak bisa terus seperti ini karena saya juga ciptaan Tuhan yang begitu indah,” ucap Maryam.


Penampilan kedua dimainkan Ninik L Karim. Naskahnya yang berjudul Sepiring Nasi Goreng bercerita tentang seorang ibu rumah tangga dan mengambil setting dapur sebagai tempat adegan. Salah satu pengisi film Ca Bau Kan ini dikisahkan sebagai perempuan yang berjuang melawan kekerasan yang dilakukan suaminya sendiri. Berhasil lepas dari masalah yang terjadi di rumah tangganya, ia kembali dirudung kegelisahan karena ternyata anak perempuannya bernasib sama.


Sama seperti dirinya, anaknya juga memiliki suami yang mudah memukul. Demi masa depan anak dan cucunya, ibu tersebut membujuk agar anaknya meninggalkan sang suami dan tinggal bersama dirinya.


Aksi panggung Ninik menimbulkan kesan yang mendalam bagi para penonton. Kendati hanya bercerita sambil memasak nasi goreng dan berbicara di telepon tanpa gerakan yang lincah, Ninik dengan naluri keibuannya sukses menarik perhatian penonton. Ninik mendapat tepuk tangan paling meriah dibandingkan babak monolog lainnya.


Rieke muncul sebagai penutup pentas dalam naskah bertajuk Pagi yang Penuh. Ia berperan sebagai perempuan politisi yang menjadi anggota parlemen. Isi Monolog yang dibawakan Rieke Diah Pitaloka sendiri bercerita tentang rutinitas pagi perempuan politisi yang menjadi anggota parlemen, dalam naskah berjudul Pagi yang Penuh.


Perempuan itu diceritakan jengah mendapat pertanyaan tentang cara dirinya membagi waktu untuk rumah tangga dari seorang wartawan. Sesekali bercakap dalam bahasa sunda, ia marah dan meminta sang wartawan memberikan pertanyaan tersebut ke Wali Kota Bandung Dada Rosada.


Rieke juga beberapa kali menyindir beberapa tokoh politisi dan pemerintahan dengan menggunakan bahasa yang terselubung. Bahkan dalam salah satu adegannya, Rieke diceritakan diculik sekelompok orang tak dikenal yang menerobos masuk ke rumahnya.

Kendati harus berhadapan dengna pihak kepolisian setempat karena masalah perizinan, pertunjukan pada hari kedua tetap terselenggara. Pasalnya pertunjukkan hari kedua telah mendapat sambutan dari penonton. Setidaknya daa 600 tiket yang terjual sebelum penyelenggaraan monolog.

(evi panjaitan)


No comments:

Post a Comment