Sunday, March 24, 2013

Akhirnya, KPK Mampir ke Jl Wastukencana No 2


Akhirnya! Setelah bertahun-tahun menunggu, KPK mulai mengobrak-abrik kantor Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung di Jl. Wastukencana, Kota Bandung. Hatur nuhun pisan kepada informan KPK dan Mahkamah Agung sehingga bisa menggrebek Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Setyabudi Tejocahyono. Pecah juga telor busuk yang banyak bertebaran di Balai Kota Bandung itu.

Jumat (22/3), rasa suntuk saya raib seketika ketika membaca postingan berita penangkapan seorang hakim PN Bandung di Kompas.com.  Saya pun segera menelusuri berita sejenisnya di Detik.com dan Tempo.co. Siapa sih hakim gembleng ini? Kok tiba-tiba diincer KPK. Usut punya usut, gileee ternyata dia hakim gendeng yang terbiasa menerima gratifiaksi untuk perkara koruspsi yang terjadi di lingkungan Pemkot dan DPRD Kota Bandung, Sumber masalahnya adalah dana bantuan sosial (bansos) yang sudah menjadi tradisi andalan pemerintahannya Wali Kota Bandung Dada Rosada selama masa kepemimpinannya sejak tahun 2003 lalu.

Ckckckck… Sejumlah nama yang tidak asing di telinga saya sudah mulai diperiksa KPK. Ada yang menjadi saksi dan sepertinya sebagian akan menjadi tersangka. Saya bisa membayangkan semua orang di Pemkot dan DPRD Kota Bandung sekarang pasti sedang kebakaran jenggot. Senang rasanya! Akhinrya ada yang mulai membersihan “tikus-tikus” Wastukencana. Kena deh kalian…

Wastukencana No 2 di Tahun 2007
foto : www.jabarmedia.com
Pemberitaan mengenai penangkapan Setyabudi Tejocahyono membuat saya membuka arsip lama. Saya pun membuka data-data berita lama saya untuk Koran Sindo pada seputaran tahun 2007-2008 (yang untungnya sebagian masih tersimpan rapi di Okezone.com). Kala itu saya bertugas menggantikan senior saya, Teguh Rahardjo, untuk meliput berbagai pemberitaan di lingkungan Pemkot Bandung. Saya bersama beberapa sahabat karib memiliki agenda favorit untuk mengutak-atik APBD Kota Bandung. M. Hilmi Faiq dari Harian Kompas mengajarkan kepada saya, wajib hukumnya memiliki salinan APBD. “Itu bisa jadi bahan berita setahun! Dari situ bisa ketauan apa aja yang dikorup sama orang Pemkot dan Dewan” saran Mas Faiq.

Akhirnya saya mulai mengerti kejanggalan-kejanggalan alokasi dana di APBD Kota Bandung. Semuanya saya dapatkan berbekal les privat dari Mas Faiq, Lina Nursanty dari Pikiran Rakyat, dan Fajar Sidik yang saat itu masih bernaung di bawah bendera Radar Bandung. Belakangan saya juga mendapat kesempatan untuk belajar mengenai pemerintahan dari  Bandung Institute of Governance Studies (BIGS). Berbagai informasi yang merembes ke otak saya membuat saya menggila dalam pemberitaan mengenai alokasi dana APBD. Untungnya saya memiliki redaktur, Army Dian dan Agus Warsudi, yang menganggap berita kourupsi sebagai berita yang seksi. Mereka selalu memberi ruang untuk setiap berita yang menjurus ke arah korupsi.  Pemberitaan  saya pun kerap dipantau (diam-diam) sama Erick Priberkah Hardi yang khatam banget tentang cara menginvestigasi kecurangan anggaran pemerintah. Manusia pelit informasi itu memang punya gaya yang khas untuk menggebleng saya agar tahan banting. Katanya, biar saya gak langsung mlempem ketika mendapatkan halangan atau ancaman. 

Banyak kejanggalan APBD Kota Bandung. Dari sudut pandang seorang wartawan baru, saya sepakat dengan teman-teman yang mengganggap alokasi dana Bantuan Sosial (Bansos) merupakan pos alokasi yang paling aneh. Namanya sih bantuan sosial tapi penerimanya tuh ajaib banget.  Dalam pikiran saya, dana bansos harusnya menjadi cara Pemkot Bandung untuk membantu masyarakat kecil dan lembaga kemanusiaan dunks. Kenyataannya, penerima bansos itu justru organisasi masyarakat seperti  Pemuda Pancasila (dan sejenisnya), Persib Bandung, atau lembaga lain yang tidak semestinya.   

Saya tidak tahu keadaan di tempat lain. Di Bandung, ormas seperti Pemuda Pancasila kerap tampil sebagai preman berpakaian (sok) militer yang kerap meresahkan masyarakat. Beri mereka uang berapapun, mereka akan menjadi pengawal setia. Beberapa pimpinan ormas diselipkan di kursi dewan Kota Bandung untuk melancarkan proses pengalokasian dana titipan dari siapapun yang membutuhkan bantuan APBD. 

Lain lagi dengan Persib Bandung. Ketika pemerintah pusat menetapkan larangan pemberian anggaran tetap untuk klub sepakbola, Pemkot dan DPRD Kota Bandung punya strategi untuk mensiasati agar kass Persib Bandung tidak kering kerontang, Mereka sepakat menggunakan dana bansos dengan pos yang fleksibel untuk Persib Bandung. Jadi kalau tahun ini di pos bansos A, tahun berikutnya di pos B lalu selanjutnya pos C. “Lho alokasinya yang tidak tetap. Beda pos kan sama yang tahun kemarin. Jadi sah-sah aja bantuan untuk Persib” dalih Wali Kota Dada Rosada yang sering sekali saya dengar saat itu. Seringnya pembagian dana Cuma-Cuma tersebut membuat Dada Rosada mendapatkan pengikut yang sangat loyal. Dipuja di sana, dipuja di sini… Arghhhh!

Dongkol! Itu yang sering saya rasakan selama masa liputan saya di Pemkot Bandung. Banyak sekali kejanggalan tapi kok dinasti Dada Rosada aman-aman saja ya. Pemberitaan korupsi malah justru menjenggal anggota dewan yang hanya jadi kaki tangan. Anggota dewan yang marah paling-paling balas dendam dengan menggertak akan mensomasi wartawan. Maki-maki wartawan di sidang paripurna, mengancam akan melapor wartawan, tapi ketika di-oke-in sama wartawannya eh dia malah jiper. Pada akhirnya wang wartawan mendapat permohonan maaf dari petinggi partai si anggota dewan namun setelah itu blesss…. Tidak ada yang berlanjut. Keselnya setengah mati! *jeritan hati banget*

Wastukencana No 2 di Tahun 2010
Pada periode ini saya pemsiun dari dunia jurnalisme. Berdasarkan pemberitaan yang saya dapatkan dari media online menyebutkan kelanjutan dana bansos. Alokasi dana tersebut terbukti bermasalah dalam pengucurannya. Sayang, PN Bandung telah digandeng oleh oknum Pemkot dan DPRD Kota Bandung. Mereka menjadikan pegawai-pegawai kecil sebagai tumbal. Gila… Yanos dan Luthfan kitu hanya ajudan Dada Rosada dan Edi Siswadi.  Mereka hanya melakukan apa yang diperintahkan atasannya. Saya masih mengingat raut muka mereka setiap mendapat perintah ini itu dari si bos. Rasanya kasihan juga sih kok mereka saja yang kena. Kok “tikus-tikus besar” tidak ikut kena ya. Tetapi tunggu dulu!  Walau dinyatakan bersalah, mereka hanya mendapat vonis ringan. Setyabudi Tejocahyono, hakim yang bertugas, mendapat imbalan uang ratusan juta rupiah atas kerjasamanya.

Wastukencana Noi 2 di Tahun 2013
Setyabudi Tejocahyono kena batunya! KPK dan MA berkerjasama meringkus hakim menyebalkan tersebut. Dugaan saya, penangkapan Setyabudi juga merembet kepepada “tikus-tikus” Wastukencana. KPK mulai memeriksa sejumlah orang-orang yang dulu sering menjadi narasumber saya. Go.. Go… Go… KPK! Tolong dibersihin ya Wastukencana No 2 dari “tikus-tikus”. Semangat juga buat teman-teman wartawan yang membantu KPK. Semoga “tikus-tikus” pergi  biar Kota Bandung jadi agak bersih dan  wangi lagi. ^-^

Berbah, 23032013

No comments:

Post a Comment