Thursday, October 18, 2007

Perekonomian Kota Bandung 2006, Lesu Pisan!

(Tulisan iseng waktu akhir 2006 yg patut diinget menjelang penghujung 2007)

Perekonomian Kota Bandung pada tahun 2006 masih jauh dari kata ideal. Indikatornya, Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE). Di penghujung tahun ini, LPE kota Bandung hanya meningkat 0,3% dari tahun 2005. Kota Bandung harus maksimalkan potensinya. Jiak tidak, batalkan target LPE 11% di tahun 2008.

Dandan, si Kepala Kantor Penanaman Modal Daerah (KPMD) Kota Bandung, pernah menjelaskan kepesimisannya. Setidaknya Kota Bandung harus memiliki pemasukan Rp6 triliun per tahunnya untuk meraih angka LPE 11%. Namun pada kenyataannya pemasukan daerah hanya berkisar Rp2,5 triliun saja pada tahun 2005. Hingga Oktober lalu, pemasukan pun hanya berkembang ke angka Rp3,8 triliun saja.

Jauh lebih menyedihkan lagi saat mendengar betapa Bandung belum memaksimalkan potensi daerah. Wakil Ketua Komisi B DPRD M. Iqbal Abul Karim mengatakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota cenderung berkisar di angka Rp250 triliun saja. Padahal sebenarnya, yakinnya, potensi PAD Kota Kembang ini berkisar Rp 400 triliun.

Akses ke kota Bandung pun semakin berkembang. Total kunjungan wisatawan ke Kota Bandung mencapai enam juta orang per tahunnya. Kepala Dinas Pariwisata Kota Bandung M. Askary W pun yakin keberadaan Tol Purbaleunyi, Pasteur, dan Cipularang semestinya membuat angka ini naik drastis.

Askary sendiri mengakui, sektor pariwisata memang berkembang pesat pada tahun 2006. Okupansi hotel mulai merata di sepanjang minggu. Penggunaan hotel tidak hanya ramai di akhir pekan saja. Strategi jemput bola cukup ampuh untuk membuat hotel di Kota Bandung menjadi tempat penyelenggaraan Meeting, Incentive, Conference and Exhibition (MICE).

Sektor pariwisata menyumbang 30% PAD Kota dan angkanya berpotensi terus berkembang. Namun ternyata angka ini juga belum dapat mendongkrak perekonomian ibu kota Jawa Barat ini.

Ketika dimintai komentar, Iqbal berkata bahwa Komisi B DPRD memaklumi lesunya perekonomian. Rendahnya kenaikan LPE karena pemkot terlau berorientasi pada ekonomi kerakyatan yang dipusatkan pad sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Namun kenyataannya, para pelaku UMKM masih menjerit. Mereka masih terpuruk di kala pelaku ekonomi makro mulai menikmati indahnya masa penurunan tingkat inflasi dan penurunan tingkat suku bunga Bank Indonesia.

Perkembangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) sendiri belum hasil yang signifikan. Kegiatan Dinas KUKM hanya sebatas konsolidasi. Belum masuk ke tataran aplikasi dan tidak ada hasil konkret selama tahun 2006.

Untuk mendorong kemajuan, Pemkot sendiri merencanakan pemusatan UMKM sesuai jenis masing-masing dalam lima kawasan. Cihampelas, Cibaduyut, Cihampelas, Cigondewah, Binong dan Surapati. Namun hingga akhir tahun, rencana itu baru sebatas wacana. Belum ada realisasi yang berarti.

Sektor UMKM pun semakin terpuruk akibat serangan pasar modern yang mulai menggerogoti sektor perdagangan Kota Bandung. Jumlah pasar moderen semakin bertambah. Mulai dari yang mini sampai yang hyper. Pelaku UMKM yang kebanyakan berada di pasar tradisonal menjadi terancam akibat menjamurnya pasar modern.

Pemerintah berupaya menjadikan revitalisasi pasar untuk mengangkat pasar tradiosional. Sayangnya, pemerintah masih minim tenaga ahli. Urusan rancang bangun pasar diserahkan ke pihak ketiga. Hasilnya, kondisi pasar memang jauh lebih baik tapi harga sewa melonjak tajam.

Para pelaku UMKM banyak memilih menjadi Pedagang Kaki Lima (PKL) karena tidak sanggup membayar tarif pasar mereka yang telah berwajah cantik itu. Perhelatan yang masih alot di kasus Pasar Cicadas yang berubah menjadi Bandung Trade Mall. Harga sewa dari pengembang terlalu tinggi sehingga para pedagang Pasar Cicadas Lama banyak yang memilih berjualan di pasar tumpah pinggir jalan.

Tahun 2007, harus ada perbaikan. Jika memang masih ingin berpusat pada sektor UMKM, konsentrasikan pada satu sektor saja. Penanganan yang sedikit membuat pemerintah lebih maksimal untuk pengembangan. Garap satu sektor yang paling krusial untuk berpeluang memicu pertumbuhan sektor lainnya. Dengan demikian, multiplier effect dapat terjadi. Apa pun itu, keberhasilan satu sektor akan memicu sektor lainnya. (evi panjaitan)

No comments:

Post a Comment