Thursday, May 31, 2007

(semoga bukan) Pride en Prejudice

Lakunya seperti layaknya seorang autis. Hidup di dunianya sendiri dengan penuh keangkuhan. Dengan penuh tatapan dingin, ia memandang semua orang yang ada di sekelilingnya, termasuk aku tentunya, adalah seorang dungu. Sudut bibir tipis yang kering dan hitam bekas menghisap ratusan rokok lebih banyak mengarah ke bawah ketimbang membentuk huruf u.


Aku tidak kenal dia dan dia pun tidak berniat mengakrabkan diri dengan orang dungu di sekelilingnnya. Siapa dia dan mengapa dia begitu arogan? Benar-benar sosok orang yang tidak akan menyambut Tamu Agung, entah kalau wong deso, di depan gerbang Kerajaan Parahyangan.


Entah kapan ia mulai berkelana di hutan belantara sehingga ia tidak peduli berapa panjang rambut lurusnya dan pudarnya warna jaket yang selalu setia menemaninya. Tetapi, kerutan di dahi yang mencerminkan kekurusan pemiliknya, serta kelelahan di mata sipitnya, membuat aku sadar betapa luas langit biru di dalam otak briliannya. Hitamnya telapak kaki, yang jarinya lebih panjang dari jari kakiku, bisa jadi menyimpulkan beberapa hal. Pemiliknya adalah ksatria pringgondani yang tidak suka beralas kaki atau …. Entahlah. Padahal, kulit yang membungkus badan kurus pemiliknya, jauh lebih putih ketimbang aku atau “Ibu” Wali Kota.

Sayang, kemampuan analisa yang tajam, pengetahuan yang luas, keberanian itu menyelimuti sosok seperti itu. Benci? Pasti, karena dia begitu angkuh. Aku benci orang yang tidak gemar membagi harta berharga itu kepada orang yang ingin belajar di sekitarnya.

Dia hebat, kritis tapi…dia begitu angkuh. Semoga ini bukan sebuah prejudice atas sebuah pride seorang Priberkah.

1 comment:

  1. huhuhu...u really d lovely el nino of mine!

    ReplyDelete