Friday, October 24, 2008

Jeritan Hati..?? Capee...


Upah Layak Minimum Jurnalis Kota Bandung Tahun 2008 Rp 3.538.797

Aliansi Jurnalis Independen Bandung menetapkan angka upah layak minimum jurnalis di Bandung sebesar Rp.3,538,797 juta untuk jurnalis lajang yang sudah bekerja minimum satu tahun. Angka ini berdasarkan survey komponen dan harga kebutuhan hidup layak tahun 2008 termasuk kebutuhan menyicil perumahan sederhana tipe 21 .

Aji Bandung mengukur perubahan biaya hidup berdasarkan gerakan indeks harga konsumen dan kebiasaan konsumsi kebutuhan seorang jurnalis. Selain itu, Aji Bandung juga melakukan survey upah yang diterima oleh jurnalis di media massa yang ada di Bandung.

Survey terhadap komponen hidup layak ini dilakukan pada bulan Agustus 2008. Dengan mengecek tingkat harga di pasar semi modern seperti Alfamart. Harga di tingkat ritel ini tergolong stabil ketimbang dengan nilai harga yang berlaku di pasar tradisional maupun pasar induk.

Ada 14 media lokal di Kota Bandung mulai dari media cetak, televisi dan radio yang kami survey. Dari 14 media lokal tersebut ada 20 wartawan lokal yang kami wawancarai. Wawancara tersebut bertujuan untuk mendapatkan data soal upah yang mereka terima tiap bulannya. Rata-rata wartawan tersebut telah bekerja satu tahun lebih.

Namun status mereka ada yang sudah diangkat menjadi karyawan tetap. Ada pula yang statusnya masih kontrak maupun kontributor. Beberapa wartawan tersebut ada yang mendapatkan upah dari nilai produktivitas berita yang mereka buat dalam satu bulan. Angkanya variatif antara Rp 10.000 hingga Rp 20.000 per berita.

Pada tahun ini Dewan Pengupahan Kota Bandung menetapkan tingkat upah minimum kota Bandung sebesar Rp 939.000. Sementara tingkat upah minimum provinsi Jawa Barat sebesar Rp 568.193. Nilai ini sangat kecil dan jauh dari tingkat kelayakan hidup minimum sekarang. Apalagi diberlakukan bagi seorang jurnalis.

Aji Bandung menilai seharusnya bentuk pengupahan terhadap profesi jurnalis berbeda seperti yang ditetapkan oleh pemerintah melalui dewan pengupahan kota maupun provinsi. Sebab profesi jurnalis menghadapi resiko pekerjaan yang tidak bisa diprediksikan. Seperti kecelakaan saat meliput hingga menghadapi tuntutan hukum. Selain itu, profesi jurnalis juga menuntut penerapan kode etik jurnalistik yang ketat.

Survey upah layak minimum ini sangat penting untuk mengetahui berapa nilai kerja yang harus diganti oleh perusahaan tempat ia bekerja. Standar upah ini mempengaruhi mutu, integritas dan profesionalitas seorang jurnalis.

Aji Bandung mendorong agar setiap perusahaan pers untuk memberikan penghargaan yang layak bagi jurnalis dan karyawannya. Undang-undang Pers nomor 40 tahun 1999 pasal 10 juga memberikan mandat agar perusahaan pers meningkatkan kesejahteraan jurnalis dan karyawan pers. Bentuk kesejahteraan ini antara lain upah yang layak, asuransi jiwa, bonus, kepemilikan saham dan sebagainya.

Hingga saat ini masalah perburuhan pers di Bandung juga masih tergolong mengkhawatirkan. Perusahaan pers dan media masih belum serius untuk menetapkan status kerja yang jelas, membuat perjanjian kerja bersama, hingga mendirikan serikat pekerja pers. Permasalahan ini sangat penting untuk mendorong perusahaan pers bisa tumbuh sehat, demokratis dan transparan.

Kota Bandung menjadi arena persaingan media yang sangat ketat. Media-media mainstream mendirikan biro dan perwakilannya. Belum lagi dengan keberadaan media-media lokal yang sudah ada. Invasi televisi lokal berjaringan juga menancapkan kakinya di Kota Bandung. Selain itu, munculnya keberadaan kontributor juga menjadi isu perburuhan sendiri di media.

Pertumbuhan dan persaingan media ini membawa dampak perburuhan. Aji Bandung mencatat dan mengadvokasi kasus-kasus pemecatan maupun pemutusan hubungan kerja di kalangan buruh atau pekerja media.

Kesadaran perburuhan di kalangan pekerja media dan pers juga sangat rendah. Sehingga pekerja media dan pers tidak mempunyai posisi tawar yang kuat. Misalnya dari 14 media lokal yang ada baru Pikiran Rakyat yang sudah memiliki serikat pekerja.

Kenyataan ini mengkhawatirkan sehingga membuat pertumbuhan media dan pers di Bandung menjadi tidak sehat. Ruang-ruang redaksi tereduksi oleh kepentingan lain untuk mendongkrak kebutuhan bisnis.

Redaksi dan kepentingan bisnis hendaknya menerapkan aturan firewall atau pagar api agar ruang redaksi dan kepentingan bisnis dapat dipisahkan dengan jelas, sehingga redaksi menjadi lebih independent. Kepentingan bisnis juga semakin terdongkrak karena redaksi bisa menghasilkan informasi dan berita yang bermutu bagi pembacanya.

Aji Bandung hendak mendorong agar perusahaan media lokal di Bandung memperhatikan kesejahteraan para pekerjanya. Termasuk mendorong perusahaan media dan pers menerapkan mekanisme peraturan perusahaan yang benar. Menetapkan upah minimum jurnalis di Kota Bandung merupakan salahsatu cara untuk mendorong agar setiap perusahaan media dan pers di Bandung menjadi lebih baik.

Aji Bandung membuka diri untuk terlibat dan mendorong agar perusahaan media dan pekerjanya menjadi lebih professional. Baik melalui serangkaian pelatihan, workshop, diskusi hingga membentuk inisiasi-inisiasi dengan lembaga lokal yang bergerak di bidang jurnalis maupun perburuhan di Kota Bandung. Termasuk membuka dialog dengan pemerintahan maupun legislatif tingkat kota dan provinsi untuk membicarakan masalah media dan perburuhannya.

Rencananya setiap tahun, Aji Bandung akan melakukan survey upah minimum hidup layak jurnalis di Kota Bandung. Dengan membuat metodologi yang jauh lebih komprehensif, teliti dan sedekat mungkin dengan kebutuhan dan persoalan jurnalis dan media di Kota Bandung.

Aji Indonesia juga telah menurunkan laporan mengenai kesejahteraan jurnalis. Survei ini melibatkan 400 jurnalis dari 77 media di 17 kota. Dari data tersebut masih ada jurnalis yang mendapatkan upah kurang dari Rp 200 ribu.

Survey upah layak minimum jurnalis ini juga dilakukan di 10 kota lainnya di Indonesia. Seperti Medan, Lampung, Malang, Jogjakarta, Surabaya, Denpasar, Makasar hingga Kupang.

Aji Bandung akan mengirimkan hasil survey dan rekomendasi kepada pemilik media, media, wartawan, organisasi wartawan, hingga lembaga pendidikan. Dan membuat serangkaian acara seperti diskusi dan roadshow ke media-media lokal di Kota Bandung.

Di luar upah layak minimum, AJI Bandung menuntut perusahaan media menerapkan sistem kenaikan upah reguler yang memperhitungkan angka inflasi, prestasi kinerja, jabatan, dan masa kerja setiap jurnalis.

Aji Bandung juga mendesak agar perusahaan media memberikan sejumlah jaminan, seperti asuransi keselamatan kerja, jaminan kesehatan, jaminan hari tua, dan jaminan sosial bagi keluarganya. Termasuk untuk memberikan tunjangan keluarga--setidaknya tunjangan istri (10% x upah) dan tunjangan anak (5% x upah untuk dua anak).

Bagi perusahaan yang karena kondisi keuangannya belum bisa memenuhi standar gaji layak minimum ini, Aji Bandung menuntut beberapa hal:

  1. Manajemen harus melakukan transparansi keuangan agar semua jurnalis/karyawan mengetahui alokasi anggaran setiap bagian dari proses produksi, untuk mencegah pemborosan atau melakukan penghematan.
  2. Manajemen harus mempersempit kesenjangan gaji terendah dan gaji tertinggi (pimpinan) untuk memenuhi rasa keadilan bersama dan melakukan penghematan.
  3. Manajemen harus mengalihkan hasil penghematan untuk memperbesar persentase anggaran bagi upah/kesejahteraan karyawan.
  4. Terhadap perusahaan media yang telah bertahun-tahun mempekerjakan koresponden, manajemen harus memberikan kesempatan berkarier kepada mereka untuk menjadi karyawan tetap dengan tingkat kesejahteraan yang setara.
  5. Apabila perusahaan media yang dengan alasan tertentu tidak bersedia menjadikan koresponden sebagai karyawan tetap, maka selain memberikan honor tulisan, manajemen juga harus memberikan jaminan asuransi, klaim transportasi dan honor basis sesuai Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) di mana seorang koresponden bertugas.

Bandung, 30 Agustus 2008


AJI Bandung

======

2

No

Nama Media

Gaji (Take Home Pay)

3

1

Pikiran Rakyat

Rp 3,000,000

4

2

Galamedia

Rp 1,500,000

5

3

Radar Bandung

Rp 1,300,000

6

4

Tribune Jabar

Rp 1,925,000

7

5

Majalah Mangle

Rp 500,000

8

6

Galura

Rp500.00

9

7

Radio Cosmo

Rp 1,000,000

10

8

Radio Rase FM

Rp 1,500,000

11

9

Radio Walagri

Rp 1,400,000

12

10

Radio Garuda

Rp 700,000

13

11

Radio MGT

Rp 1,500,000

14

12

STV

Rp 1,700,000

15

13

Bandung TV

Rp 950,000

16

14

PJTV

Rp 800,000

17





Semoga bisa untuk bahan perbandingan dan perjuangan kita!!!!!

--- Ugie ---
http://ugieprasetyo.multiply.com/
,,, Tetap Semangat Karena Hari Esok Kehidupan Masih Berlanjut '''
YM: gie_santacruz

______________________________


Ga ada maksud apa-apa juga buat mostingin tulisan yang dikirimin Agus Rakasiwi di milis FDWB. Tapi buat ngeliat dari sisi daerah lain aja. Cuma kebetulan kota yang diambil itu daerah kekuasaannya Sri Sultan. Kalo nemu lagi postingan dengan tema yang sama, gw pasti satuin juga di bagian ini.

Upah Layak Jurnalis Jogja Rp 2,7 Juta

Berapa upah layak jurnalis di Jogja? Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Jogja mengusulkan Rp 2,7 juta per bulan. Bagi AJI Jogja, gaji rendah justru akan mengikis idealisme dan independensi jurnalis dalam membuat berita.

Demikian dikatakan Ketua AJI Jogja, Bambang MBK di salah satu kantor redaksi surat kabar nasional di DIY, Jumat (24/10).

Bambang beralasan, bahwa gaji yang rendah menyebabkan diversity of content, yaitu keseragaman dalam berita diantara banyak media. Jika itu terjadi, Bambang khawatir kinerja jurnalis jadi kurang berbobot.

"Mereka (jurnalis) akhirnya bekerjasama dalam memburu berita. Jalan pragmatis itu kerap ditempuh menyiasati reward perusahaan yang rendah" ujar Bambang.

Bambang pun mencontohkan soal rahasia umum pemberian amplop. Ia menjelaskan, meski "amplop" melanggar kode etik jurnalistik, toh masih ada saja jurnalis di Jogja yang menerima.

Maka itu Bambang mengatakan, AJI berpendapat bahwa jika jurnalis mendapat upah yang layak, pasti tidak akan tergoda menerima amplop.

"Kesejahteraan sangat mempengaruhi kinerja wartawan. Kesejahteraan membantu menciptakan independensi wartawan dalam mencari berita dan fasilitas" imbuhnya lagi.

Angka Rp 2,7 juta yang diusulkan AJI Jogja pun sudah berdasarkan survei yang dilakukan kepada jurnalis yang berkeliaran di Kota Gudeg ini.

AJI merinci untuk kebutuhan standar selama satu bulan, antara lain: makanan dan minuman Rp 750 ribu, perumahan dan fasilitas Rp 242.667, kebutuhan sandang Rp 149 ribu, kebutuhan lainnya Rp 1,3 juta.

Total kebutuhan per bulan seorang jurnalis Rp 2.480.439. Upah tersebut setidaknya harus ditambah 10 persen sebagai komponen saving atau tabungan sebesar Rp 248.439. Jadi, total upah layak jurnalis per bulan sekitar Rp 2,7 juta.


No comments:

Post a Comment